Pernahkah anda berpikir topik di atas di Tanah Bugis, Sulawesi Selatan. Yang tak pernah di Filmkan, atau di hadirkan dilayar kaca televisi kita…! Kalo tidak tulisan ini akan mengenalkan anda.
Orang bugis, menyebut menikah atau married dengan kata botting yang merupakan bahasa bugis itu sendiri. Tapi botting bukan sekedar makna menikah, seperti pemahaman umum kita. Kerena botting sarat akan adat istiadat orang bugis.
Botting dalam tradisi bugis memiliki tahap yang cukup panjang dan tahapan yang banyak pula. Secara umum ada tiga tahapan. Pertama upacara pra pernikahan, di dahului oleh pemilihan jodoh, Mammanu’-manu (Penjajakan), Madduta atau massuro (meminang), Mappasiarekeng (mengukuhkan kesepakatan), Mappaisseng dan mattampa (menyebarkan undangan), Mappatettong sarapo/baruga (mendirikan bangunan), Mappasu Botting dan cemme’passili’ (merawat dan memandikan oengantin), Mappaci atau tudangmpenni.
Tahapan kedua yakni Resepsi atau biasa disebut pesta perkawinan, dan ketiga upacara pasca perkawinan. Yang masing-masing didalamnya masih memiliki tahapan-tahapan yang banyak lagi. Yang tidak sempat kami sebutkan keseluruhannya.
Mappaci artinya dalam bahasa Indonesia yakni mensucikan diri, yang berasal dari kata pacci bersih atau suci. Yang dilaksanakan oleh kedua mempelai botting dirumah masing-masing, dalam artian kedua mempelai mappaci sendiri-sendiri. Mappaci berlangsung di malam menjelang hari “H” perkawinan.
Proses mappaci harus dilakukan sesuai adat yang diturunkan, seperti yang ditulis oleh Badruzzaman, 2007. Di mulai dengan penjemputan (paddupa) mempelai dipersilahkan duduk di pelaminan. Salah satu keluaga yang ditunjuk mengucapakan uangkapan;
“Patarakkai mai belo tudangeng
Naripatudang siapr siata
Taue silelel uttu patudangeng
Padatuddan mappacci sileo-leo
Riwenni tudampenni kuaritu
Paccingi siae datu belo tudangeng
Ripatajang mai bottingnge
Naripaterru cokkong di lamming lakko ulaweng”
Artinya: Calon mempelai dipersilahkan menuju pelaminan. Pelaminan di sisi para pendamping. Duduk saling berdekatan satu sama lain. Mereka susuk bersuak ria di malam tudampenni. Mappaci pada sang raja/ratu mempelai nan rupawan. Tuntun dan bimbinglah sang raja/ratu menuju pelaminan yang bertahtakan emas.
Si mempelai di persilahkan duduk di pelaminan. Lalu didepannya diberi satu buah bantal sebagai simbol mappakalebbi (penghormatan), tujuh lembar sarung sutera sebagi simbol harga diri, sepujuk daun pisang simbol hidup yang berkesinambungan, tujuh daun nangka sebagi simbol menas (harapan). Sepiring wenno (padi yang disangrai hingga mengembang) sebagai simbol berkembang baik, sebatang lilin yang berapi simbol penerangan, dan daun pacar yang ditumbuk dan dihaluskan sebagai simbil kesucian dan bekkeng (tempat pacci yang terbuat logam kuning) sebagai symbol penyatuan duan insan botting( pengantin).
Selanjutnya cara pelaksanaan adat ini, yakni satu persatu orang mengambil daun dari pacci dari dalam bekkeng kemudian mengusapkan ketelapak tangan mempelai dengan disertai doa. Saat sementara itu berjalan, indo botting (orang tua mempelai) menghamburkan wenno kemempelai.
Orang-orang yang di undang dalam mengusapkan pacci tadi, biasanya adalah keluarga, kerabat dekat dan orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang baik dan kehidupan rumah tangganya bahagia dan lenggeng.
‘’Mappaci iyanaritu gau’ ripakkeonroi nallari ade’ gau mabbiasa tampu’ sennu-sennuang, ri nia akkata madeceng mammuarei pammase Dewata seuwae.’’
Artinya: Mappaci merupakan upacara yang sangat kental dengan nuansa bathin. Dimana proses ini merupakan upaya manusia untuk mebersihkan dan mensucikan diri dari segalahal yang tidak baik. Dengan keyakinan bahwa tujaun yang baik harus didasari oleh nat dan upaya yang baik pula. (Badruzzaman,2007)
Begitulah gambaran umum tradisi Pacci dalam masyarakat adat Bugis Sulawesi Selatan. Yang sarat akan makna kesucian dan keruhanian menjelang pernikahan.
Ditulis oleh: Thakwir Rolles