Sudah sering. Bahkan kelewat sering, pelanggaran lalu lintas terjadi di depan hidung. Saking seringnya, akhirnya kita apriori. Halah... Bukan urusan kita. Begitu, berulang dan terus berulang. Mengapa?
Tidak mudah menjawab: mengapa pelanggaran lalu lintas sering terjadi. Padahal UULAJ Nomor 22 tahun 199 sudah jelas mengatur tentang tata tertib berlalu lintas Bahkan dulu saat mulai diundangkan, UU tersebut sempat membikin geger. Lantaran nilainominal dari sanksi maksimalnya termasuk tinggi.
Pelanggaran lalu Lintas (versi saya) bisa dibedakan jadi dua: Kasat mata dan Tidak Kasat Mata. Yang tidak kasat mata bukan berarti lalu lintas Jin dan Tuyul yang sedang menggondol rupiah tentunya. Pelanggaran kasat mata misalnya: Overload (kelebihan muatan), salah pemakaian (mobil barang untuk mengangkut manusia), dan pelanggaran Rambu Lalu Lintas (Dilarang Parkir, Dilarang Berhenti, Dilarang Lewat, Tidak BolehMemutar dlsb) serta tidak menggunakan peralatan yang standar (Plat Nomor, Spion pada Motor, Lampu Motor tidak dinyalakan di siang hari.). Siang saja harus menyala, sangat konyol kalau ada motor yang malam hari tidak menyalakan lampu. Dendanya Dobel. He he he.
Pelanggaran tidak kasat mata, contohnya: Tidak bawa SIM atau STNK karena kalau tidak ada razia, Polisi juga tidak pernah tahu.
Nah, baik kasat mata dan tidak kasat mata semuanya beresiko. Baik terhadap pribadi, penumpang atau orang lain yang sedang di jalan raya. Baik yang berkendara atau yang jalan kaki. Ada contoh tragis. Suatu ketika ada rombongan Pramuka berkegiatan menggunakan Truk. Peserta lebih dari 60 siswa. Agar terangkut, semua berdiri di bak truk. Bahkan ada yang duduk di kap atas pengemudi. Kecuali Truk tentara, membawa Manusia pakaitruk adalah pelanggaran!. Apalagi kelebihan muatan. Ndilalah... sedang apes. Saat jalan turun, rem Truk blong... tidak kuat menahan beban. Truk nyelonong, tak terkendali. Penumpang panik dan berteriak-teriak. Ada yang istighfar. Akhirnya Truk menghantam pengendara sepeda yang sedang isi bensin di depan warung. Truk terus melaju dan baru berhenti dan terguling setelah menabrak pohon asam besar. di pinggir jalan. Penumpangnya tercerai berai. Ada yang tewas. Luka berat juga banyak..Termasuk pengendara motor.
Dari kasus ini tergambar, rentetan peritiwa yang merugikan banyak pihak lantaran adanya dua pelanggaran. Truk dinaiki manusia dan penumpangnya Overload!
Intinya, pelanggaran lalu lintas hampir pernah dilakukan semua orang. Salah parkir, menyalip dari sebelah kiri, tidak pakai Helm adalah kejadian rutin di jalan. Mengapa pelanggaran lalu lintas masih marak. Jawabnya: Kesadaran masyarakat dalam tertib berlalu lintas relatif rendah dan penegakan hukum di jalan raya tidak adil dan tegas. Baik yang dilakukan oleh Polisi, jaksa maupun hakim.
Kesadaran tertib berlalu lintas minim lantaran kurangnya komunikasi dan sosialisasi. Juga praktik nembak SIM, nembak Uji KIR mobil angkutan. Juga, razia dadakan yang ujung-ujungnya damai. Atau suap-suap yang lain, makin meruntuhkan kewibawaan hukum. Muncul stigma: tertib berlalu lintas itu nomor dua. Nomor satu duit, kalau mau urusan beres!
Polisi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena Polisi baik pun jumlahnya lebih banyak. Saya pernah kehilangan motor dua kali. Urusan ke Polisi selalu gratis. Bahkan, tiap pagi, jalan di depan sekolah dijaga Polisi untuk membantu menyeberangkan anak sekolah.
Tapi, polisi sebagai penegak hukum pertama di jalan raya, sering ragu dalam melakukan penindakan dengan berbagai alasan. Salah satunya di Polsek tidak ada satuan Lantas. Akibatnya, masyarakat di wilayah hukum POLSEK tersebut enjoy saja dalam melanggar lalu lintas. Mereka tidak takut dan tidak merasa bersalah saat tidak ber-helm, tidak melengkapi spion,tidak menyalakan, memakai motor protholan. Bahkan berani melakukan balapan liar!
Begitu juga di tingkat jaksa dan hakim. Rasa keadilan kadang terabaikan. Ingat kasus kecelakaan anak pak menteri Tentunya, untuk yang ini tidak perlu diceritakan lagi.
Banyak solusi yang ditawarkan agar tertib berlalu lintas tercapai tujuannya:
- Sosialisasi dan komunikasi oleh aparat kepolisian ke seluruh lapisan masyarakat. Termasuk ke sekolah-sekolah.
- Penindakan yang tegas terhadap pelanggar lalu lintas. Termasuk cabut SIM bila perlu. Di Eropa ada pemain sepakbola dihukum kerja sosial gara-gara melanggar lalu lintas
- Ciptakan pelayanan yang bersih di lingkungan penegak hukum, sehingga wibawa hukum tidak dinomor duakan.
- Hilangkan praktik-praktik pungli saat ada pelanggaran lalu lintas. Termasuk meloloskan kendaraan tidak laik jalan saat UJI KIR dan pengurusan SIM. Saya punya Pengalaman Menarik Mengurus SIMsesuai prosedur. Begitu lulus Tes Tulis dan Praktik, mestinya dapat nomor urut fotosatu (1), karena faktanya memang Tes-nya gelombang pertama. Alamak.....ternyata, begitu antri foto, malah dapat nomor 29... Lha, mereka yang nomor 1 sampai 28 ini tadi Tes Dimana...(Negeri Jin kali... he he he). Secara prosedur bayar Tes ini itu adalah benar. Murah lagi. Sesuai banner yang terpampang di SAMSAT. Giliran foto, antrian siluman yang muncul.