Ponorogo ternyata memiliki objek wisata yang mempesona. Salah satunya Goa Lowo. Terletak di Desa Sampung, Kecamatan Sampung. Kira-kira 25 kilometer dari pusat kota. Mulanya saya kesulitan juga untuk menemukan lokasinya lantaran minim petunjuk. Bahkan harus rela balik 5 kilometer lantaran terlanjur kebablas.
Goa Lowo terbangun dari cerukan bukit kapur di tengah Hutan Jati dibawah naungan BKPH Somoroto, RPH Tulung, KPH Madiun. Letaknya kira-kira 1 kilometer dari jalan raya Sampung. Tidak ada gerbang masuk. Hanya ada papan petunjuk kecil yang menandai lokasi Goa Lowo. Di pojok hutan ada kedai sederhana tempat penduduk desa ngopi dan ngobrol. Disebut Goa Lowo karena dulu banyak Lowo (Kelelawar) yang hidup di goa ini.
Siang itu, saya sendirian jalan kaki mencari Goa Lowo. Membelah Hutan Jati yang sepi dan teduh. Menyusuri jalan selebar 1 meteran nan alami. Sayangnya tidak bersahabat di musim hujan. Becek dan licin. Lebih dari 20 menit melangkah, tiba di jalan bercabang. Sekelilingnya rimbun dan sempit. Saya memilih lurus dan terus berjalan. Goa-nya nggak ketemu juga. Ternyata salah memilih arah. Di depan terdengar bunyi kapak sedang diayunkan ke balok kayu. Saya dekati . Untung bertemu seorang pencari kayu bakar. Pak Kardono namanya. Setengah memelas, saya ajak beliau menjadi guide dadakan mengantar ke Goa Lowo. Alhamdulillah beliau baik hati dan berkenan.
Diantar Pak Kardono saya balik arah. Menuju sebuah dataran di balik gundukan bukit. Tiba di pelataran yang agak luas. Ternyata Goa-nya ada di bawah bukit. Dari depan tidak nampak goanya karena terhalang kayu-kayu besar. Goanya eksotis. Tidak terlalu dalam. Cenderung melebar. Bolehlah disebut ceruk besar. Walau saat datang disergap puluhan nyamuk, saya tidak peduli dan enjoy saja ditemani mereka menjelajah sudut-sudut goa. Padahal gatal juga sih. Lain dengan pak Kardono, segera beliau menyulut kretek-nya. Dan busss….., segera nyamuk-nyamuk kelaparan pun mulai berterbangan menjauhi beliau.
Di goa sisi kiri, ada semacam ceruk yang agak dalam. Untuk memasukinya agak sedikit terhambat oleh tetes-tetes air di atap goa yang menyebabkan lantainya licin. Iseng-iseng saya basuh muka dan lengan yang gatal dengan air yang menetes. Eh mujarab juga. Gatalnya berkurang…. Lumayan…..
Goa bagian tengah cukup lebar. Bisa menampung puluhan orang. “Lowo-nya mana pak?” tanya saya. Karena saat berangkat tadi sudah membayangkan banyak Lowo (Kelelawar) yang bergelatungan di atap goa. Beliau terkekeh dan mengatakan sudah lama Lowo-nya pergi.
Goa sisi kanan merupakan bagian yang menarik. Beberapa tahun lampau, menurut pak Kardono disitu pernah diadakan penggalian. Bahkan, beliau terlibat di dalamnya sebagai penggali harian. Saat itu, seingat beliau pernah ditemukan kerangka manusia purba. Bekas-bekas penggalian masih nampak. Sebagain hasil penggalian sudah dibawa ke Jakarta, kata beliau singkat.
Abris Sous Roche
Sepulang dari Ponorogo dan tertarik dengan info pak Kardono saya coba searching. Benar, Goa Lowo memang memiliki nilai arkeologis tinggi. Dr. Van Stein Callenfels pernah menelitinyadi tahun 1928-1931. Kesimpulannya, Goa Lowo termasuk Abris Sous Roche, yakni goa yang dijadikan tempat tinggal manusia purba zaman Mesolithikum sekaligus berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Goa semacam ini bisa juga ditemui di Besuki, Bojonegoro dan Lomoncong, Sulawesi Selatan (Goa Leang Patae).
Saat diteliti, di Goa Lowo ditemukan alat-alat peninggalan masa purba. Terdiri dari alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan serta kapak yang sudah di asah. Tapi penemuan alat yang paling dominan adalah alat-alat kehidupan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa. Maka arkeolog pun menyebutnya Sampung Bone Culture (Kebudayaan tulang dari Sampung). (ayat-1000dinar.blogspot.com)
Menyadari bahwa Goa Lowo di Sampung, Ponorogo pernah didiami manusia purba, selayaknya jika objek wisata ini tetap dijaga dan bila perlu diadakan penggalian-penggalian kembali. Bahkan pak Kardono mengatakan, selain Goa Lowo masih ada ceruk-ceruk lain di tengah Hutan Jati yang menjadi sarang Landak. Bisa jadi jika diadakan penelitian bisa diungkap sebagian sejarah manusia Jawa yang pernah tinggal di Sampung, Ponorogo..
Terima Kasih Pak Kardono.