Kota Bangil, Pasuruan, Probolinggo terlewati. Sedikit ngebut karena jalan sepi. Sampai di Klakah belok kiri tidak masuk kota Lumajang. Langsung menuju Klathakan-Randuagung. Berhenti sebentar untuk istirahat di Pompa Bensin Klathakan. Lalu dilanjutkan meluncur menuju Jember. Disambut kabut pagi. Akhirnya, pukul 06 pagi memasuki Alas Gumitir. Memilih menepi. Buka bekal, sarapan pagi di pinggir jalan. Nasi putih, lauk Telor bumbu Bali, Mie Goreng dan Sambel Bajak, ....mak nyus.
Selepas berbenah, perjalanan dilanjutkan. Jalan raya membelah hutan dan kebun kopi. Berkelak-kelok, disertai turunan dan tanjakan. Ciri khas Alas Gumitir. Pemandangan hijau sepanjang jalan. Seiring naiknya mentari, geliat anak manusia mencari rejeki pun dimulai. Di banyak kelokan Alas Gumitir banyak pengais rupiah yang mengadu nasib. Berharap belas kasihan para pengendara yang ikhlas melempar koin atau uang kertasnya.
Mendekati ujung hutan, disambut Patung Penari Gandrung. Patungnya baru, karena berbeda dengan patung yang saya lihat dulu. Ini artinya sudah masuk wilayah Banyuwangi. Di bawah jalan raya ini, ada terowongan kereta api jurusan Surabaya - Banyuwangi. Setelah melewati Rest Area Gumitir, masuk Kalibaru, menuju Glenmore. Akhirnya sampai di Genteng, kota kelahiran teman sekantor. Mengingatkan kunjungan berkesan di waktu lampau ke rumah beliau, yang bikin macet jalan kampung, karena Bus dipaksa melewati jalan sempit menuju pelosok Desa Jambewangi, Genteng nan Asri.
Pantai Pulau Merah
Tepat pukul 09.00 tiba di tujuan pertama: Pulau Merah. Destinasi baru andalan Banyuwangi. Jalan ke sana agak sempit tapi lumayan mulus. Lokasinya di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran. Tiket masuk murah. Hanya 2500 per kepala. Parkir bebas.
Kawasan pantai Pulau Merah lumayan bersih. Tempatnya menyatu dengan pemukiman nelayan. Beberapa rumah dan kedai berjajar di kiri jalan menuju pantai. Jalan menuju pantai masih alami. Berupa jalan tanah yang dipadatkan. Entahlah kalau hujan. Mungkin becek. Tempat parkirnya luas dan beberapa sudut sangat teduh.
Pulau Merah merupakan sebutan untuk Pulau (Bukit) kecil yang menyembul di pantai. Tepatnya mungkin karang raksasa. Pantai Pulau Merah segaris dengan Pantai Teluk Pancer, yang terlihat melengkung di ujung kanan. Pulau Merah saat musim hujan ditumbuhi semak menghijau. Saat musim kering, semak meranggas. Dan tanah di Pulau itu nampak berwarna merah. Maka, disebutlah Pulau Merah.
Pantai Pulau Merah memanjang ke Timur dan Barat. Pasirnya putih bersih. Di arah Timur ada Gunung Tumpang Pitu. Konon kaya akan Emas. Ke arah Barat, Pantai Pulau Merah melengkung, dan di ujung sana kira-kira 3 kilometer bersatu dengan Pantai Teluk Pancer. Menghabiskan waktu dengan berlama-lama duduk di pinggir pantai sangat menyegarkan pikiran. Menikmati angin sepoi-sepoi dan alunan ombak yang datang silih berganti. Apalagi ditemani rujak manis khas Blambangan nan legit.
Untuk menambah kesan “merah”, beberapa Kursi Pantai terpasang menyatu dengan Payung berwarna Merah yang menaunginya. Tentu saja untuk duduk atau tiduran, sambil menikmati angin sepoi-sepoi, Anda harus bayar sewanya.Tinggi ombak rata-rata 2 meter. Bergulung-gulung dengan teratur. Dasar pantai cenderung landai dan tak berkarang. Inilah kelebihan Pulau Merah. Nah, Pulau Merah makin eksotis dengan sajian penunggang ombak yang meluncur silih berganti. Sepintas, suasananya mirip Pantai Kuta di Bali.
Pantai Pancer
Sungguh betah di menikmatii keelokan Pantai Pulau Merah. Setelah hampir 3 jam kami di sana waktunya melanjutkan perjalanan mengunjungi Pantai di Teluk Pancer. Keluar dari areal parkir Pantai Pulau Merah langsung belok kiri. Menyusur jalan kampung yang bolong di beberapa titik.
Akhirnya tiba di ujung. Jalan buntu. Ternyata di depan adalah TPI: Tempat Pelelangan Ikan. Makanya baunya sedikit amis. Di kawasan ini para nelayan menambatkan perahu dan menurunkan hasil tangkapannya. Tempatnya masih alami. Nampak deretan perahu nelayan parkir di belakang TPI, menunggu waktu melaut. Tampak beberapa nelayan bersusah payah, mendorong dan menaikkan perahunya ke darat.
Pasir di Teluk Pancer juga putih. pantainya melengkung membentuk cekungan raksasa menyambung dengan Pantai Pulau Merah. Dari tempat ini nampak dikejauhan, Pulau Merah dengan latar belakang Gunung Tumpang Pitu. Karena agak terpencil, tempat ini cenderung sepi. Lumayan nyaman untuk sejenak keluar dari hiruk pikuk dengan menikmati deburan ombak dan duduk di bebatuan.
Kampung Osing
Meninggalkan Pantai pulau merah dan Pancer, kendaraan melaju menyusuri jalan dari Pesanggaran menuju Srono. Sempat meihat ada beberapa nama jalan menuju Songgon. mengingatkan pada benteng-benteng pertahanan pasukan Wong Agung Wilis kala bertempur melawan kompeni Belanda. Tiba di Rogojampi dan Kabat. Mendekati kota Banyuwangi, ada pertigaan arah kiri. Ada petunjuk: Wisata Kampung Osing dan Gunung Ijen. Tanpa perlu bertanya, meluncur mengikuti jalan berkelok-kelok yang makin lama makin menanjak.
Tak lama tiba di sebuah pertigaan. Di tengah jalan ada sebuah patung burung raksasa. Ke kiri menuju Gunung Ijen. Lurus ke Kampung Osing. Akhirnya memilih lurus. Menuju Desa Kemiren tempat kampung Osing. Sebenarnya berminat untuk mengunjungi dan bertegur sapa dengan orang Osing. Namun karena waktu, hanya sempat menyususri jalan raya sepanjang Desa Kemiren. Di desa wisata inilah adat dan budaya Osing dijaga kelestariannya. Seperti Wong Agung Wilis mempertahankan kelestarian dan martabat Blambangan dari cengkeraman serdadu-serdadu kompeni.
Watu Dodol