Dahulu juga, Presiden Indonesia Abdurrachman Wahid (Gus Dur) pernah memecatnya dari kabinet karena dugaan korupsi pada tahun 2000. Pada 2004 pun Gus Dur tetap percaya diri menuntut JK atas berbagai tindakan KKN-nya, walaupun karena kekuatan ekonomi-politik-hukum taipan asal Bugis ini tetap bersih di mata publik hingga saat ini. Hebatnya, sekarang saudagar yang merupakan bagian dari angkatan 66 ini, angkatan pengguling Bung Karno (ayahanda Megawati Sukarnoputeri), yang saat ini menjadi calon wakil presiden Joko Widodo - bintang PDI Perjuangan kesayangan rakyat, adalah satu-satunya tokoh politik yang usianya lebih senior dari Megawati (69).
Betul. Menurut sumber-sumber yang ada, nama JK menjadi calon wakil terkuat dari "I'll phenomenon" Joko Widodo untuk Pilpres 2014. Karena masih ada waktu untuk mengubah skenario tersebut.. Mungkin sebelum menerima JK, Jokowi harus banyak-banyak mengingat sejarah dan bertanya kepada tokoh-tokoh Sukarnois (yang menjiwai semangat Bung Karno) tentang siapa JK sebenarnya. Para senior ini pasti mencium, bahwa JK pastilah merupakan manifestasi Kuda Troya Golkar pada Pemerintahan PDI Perjuangan periode ke depan.
Dahulu Bung Karno, sang penggagas ajaran Tri Sakti, digulingkan dari kekuasaan oleh kekuatan Angkatan Darat Jenderal Suharto (pembina Golkar sepanjang masa) dengan bantuan gerakan mahasiswa. Kebetulan, saat itu JK menjadi pemimpin gerakan mahasiswa pengguling Bung Karno (baca: KAMI), menghujat dengan alasan yang tidak ideologis untuk mencederai nama Panglima Besar Revolusi Bung Karno. Maka, dapat disimpulkan, sangatlah mustahi JK yang merupakan pemimpin KAMI wilayah Sulsel memahami hakikat ajaran Bung Karno: soal Trisakti. JK saat mudanya anti-Sukarno, sekarang pun ia masih pro neoliberal (bahasa lain nekolim a'la Bung Karno). Seharusnya kaum Sukarnois, yang merupakan ruh utama PDI Perjuangan, belum lagi lupa kisah ini.
Kini, walaupun kita semua melihat dan mendengar penggiringan opini yang sebutkan bahwa JK di seluruh media menjadi calon wapres paling prospektif untuk Jokowi. Kita harus tetap waspada. Karena sama sekali tidak tertutup kemungkinan bahwa kembali berkibarnya nama JK sebagai cawapres Jokowi merupalan permainan lihai di dunia media. Menggunakan kapital berlimpah yang dimiikinya, hasil kolaborasi dengan rezim fasis Suharto dan rezim neoliberal SBY, JK menjadi sosok yang "berkilau" bagaikan mutiara di kalangan operator politik dan media massa. Uang panas pun mengalir kepada para makelar ini demi mengibarkan namanya sebagai calon Kuda Troya untuk dipasangkan dengan Jokowi menghadapi pilpres 2014.
Mega dan Jokowi harus eling se aling-elingnya, jangan lupakan sejarah (JAS MERAH!). Karena, mengingat segala rekam jejak yang beredar (termasuk yang diulas George Junus Aditjondro tentang bisnis hitam rasis JK dalam Konflik Poso, baca: DIAKONIA PALANG PINTU, BUKAN SEKEDAR PALANG MERAH), JK dapat sekali menjadi kuda troya bagi kemenangan PDI Perjuangan di periode 2009-2014. JK adalah pengusung paling konsisten dari politik pencabutan subsidi BBM - dengan segala alasannya. Maukah Jokowi mencabut subsidi rakyat miskin yang mencintainya? Jika Jokowi berani mencabut subsidi BBM, mengikuti arahan JK, maka jangan harap rakyat akan mempertahankan dukungan tulusnya. Karena, perlu Megawati dan Jokowi ketahui: politik pencabutan subsidi BBM versi JK sejatinya adalah politik tanpa mau menghapuskan Mafia Migas (yg membiayai operasi media JK selama pemerintahan SBY 2004-2009, termasuk menutup berita tokoh2 yg kritis thd kenaikan BBM). Keuntungan Mafia Migas ini terbukti besar (baca laporan Ketua KPK Abraham Samad), dan tidak ada upaya untuk membangun kilang baru di Indonesia. Inilah bukti paling terang benderang dari dukungan JK terhadap Mafia Migas: Muhammad Reza, bos Petral- orang yang di Indonesia namanya tidak ada yang berani menyebut (seperti layaknya tokoh Voldemort dalam Kisah Harry Potter).
Jokowi tidak boleh menyerah pada segala macam opsus (operasi khusus) kaum neoliberal, apakah itu melalui Golkar ( JK dan Luhut Panjaitan) sang ahlinya neolib, atau melalui lembaga "think tan"k-nya (Marie Elka Pangestu. Chatib Basri, dan Agus Martowardoyo). Jokowi harus berani mencari, para pejuang ekonomi konstitusi, yang anti neoliberal, untuk menjadi pendamping di Pilpres 2014. Tidak perlu berasal dari partai politik, karena orang yang berani, kompeten, dan berintegritas belum tentu berasal dari Partai Politik. Sangat sedikit ekonom anti neolib yang diakui internasional. Jokowi tahu siapa orangnya. Orang itu bukanlah kuda troya kaum neolib, seperti JK, melainkaan merupakan aktivis yang seperti Bung Karno pernah dipenjara di Lapas Sukamiskin karena keyakinan ekonomi politiknya 36 tahun lalu yang bertentangan dengan Golkar dan Suharto. Dia adalah penulis "Buku Putih" yang menggoncangkan Orde Baru tahun 1978- tahun saat Megawati belum lagi berpolitik, atau saat Joko Widodo belum lagi mulai berkuliah.