Salah satu orang yang tampil di depan adalah seseorang yang bernama Amin Rais. Mendengar apa yang disampaikan, tampaknya tidak menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang tokoh yang layak untuk dikagumi apalagi jika disebut sebagai tokoh reformis. Dalam pidatonya, Amin Rais kurang lebih mengatakan ada sekitar 63 juta rakyat yang memilih Prabowo. Pemilih Prabowo berasal dari kelompok yang lebih terdidik dibandingkan dengan para pemilih Jokowi-JK. Belum lagi pernyataan-pernyataannya yang lain yang memberi kesan bahwa bahwa proses yang terjadi dalam Pilpres dan MK adalah sesuatu yang tidak logis.
Berkali-kali Amin Rais menyebut 'tetangga sebelah' untuk menunjukkan kubu Jokowi-Jk. Kalimat-kalimat Amin Rais, seperti biasa sangat provokatif untuk mendeskriditkan tetangga sebelah. Sebaliknya penuh dengan aroma menjilat di depan Prabowo. Padahal, bukan rahasia umum kalau Amin Rais pulalah yang 16 tahun lalu menuntut agar Prabowo diadili karena telah melakukan pelanggaran HAM.
Ucapan-ucapan provokatif Amin Rais sudah biasa kita dengar. Dalam Pilpres yang lalupun, tidak sungkan dia menggelorakan semangat perang badar untuk memenangkan Prabowo dalam Pilpres tersebut. Perang badar adalah perang antara kaum muslim dan kaum kafir. Pernyataan tersebut tentulah memerahkan telinga kubu Jokowi-Jk yang memaknai tindakan tersebut sebagai sentimen agama.
Dua hari yang lalu saat memberikan kuliah umum di UNDIP, Amin Rais melontarkan pernyataan bahwa Jokowi memiliki kesamaan dengan mantan Presiden Pipilipina, Josep Estrada. Mereka sama-sama dipilih rakyat karena populer (tribunenews.com, 27 Sept, 2014).
Kontroversi Amin Rais akan terus berlanjut dan tampaknya tidak memberikan efek yang baik. Pemikiran-pemikirannya tidak konstruktif, tidak mendidik dan tidak mencerminkan sebagai orang yang berpendidikan tinggi. Jati diri Amin Rais sangat mudah ditebak dari apa yang dikatakannya dan tentulah suatu saat semuanya itu akan dituainya> Kalau bukan dia sendiri yang menuainya, pasti anak dan cucunya. Kasihan.