Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Otonomi Daerah, Pabrik Raksasa Politisasi ASN Massal Terselubung?

25 Januari 2022   13:29 Diperbarui: 25 Januari 2022   13:29 383 2
Semenjak perubahan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Delapan belas tahun pasca berhembusnya kebijakan Otonomi Daerah dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia yang ditetaskan melalui Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen  Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, hingga kini terasa sudah mencipta warna tersendiri perubahan cuaca pemerintahan di seluruh daerah, baik provinsi dan atau juga kabupaten/kota sepenjuru negeri.

Peraturan pemerintahan daerah yang merupakan buah besar dari aspirasi pemangku kepentingan daerah kala itu bahkan telah nyata-nyata menciptakan situasi politik yang sangat signifikan menyusul penetapan aturan baru pemilihan kepala daerah mandiri yang pelaksanaannya dilimpahkan murni secara langsung kepada pemerintah daerah tanpa lagi ada intervensi dari pemerintah pusat.

Delapan belas tahun, selama itu jugalah hiruk-pikuk "lezat-pahitnya" imbas pelaksanaan otonomi daerah itu telah tampil memeriahkan atau juga terlanjur menghantui berbagai sendi elemen pada proses pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan daerah otonom itu.

Pemerintah daerah otonom sebagai dalang utama pelaksana sah kebijakan otonomi itu sendiri,  secara periodik telah silih berganti menjalankan fungsi dan peran kekuasaannya lewat berbagai jargon politis dan visi-misi pemerintahan terpilih pada setiap rezimnya.

Telah sejak lama, hampir seluruh kalangan di negeri ini semenjak diberlakukannya sistem otonomi daerah telah dan masih menggantungkan harapan besar tentang dampak positif dan buah matang dari pohon otonomi daerah yang menurut sebagian pemerhati telah membawa keberhasilan yang cukup nyata dalam berbagai bidang kemajuan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Tidak dipungkiri, menyangkut kemajuan berbagai bidang, baik demokrasi, pemanfaatan potensi unggulan daerah,  maupun partisipasi masyarakat sebagai wujud langsung dari otonomi itu, oleh berbagai pihak baik dari para ahli, pemerhati dan pengamat di negeri ini maupun dari pihak internasional bahkan banyak yang sependapat bahwa  otonomi daerah sejauh ini sudah berhasil dan secara langsung berlaku efektif dalam memajukan daerah.

Sebagaimana prinsip daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, dalam arti, daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini, daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyatnya.

Guna mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, diperlukan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional dan berkeadilan yang jauh dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme serta adanya perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah. Yang kesemuanya kewenangan itu tentunya harus dipayungi dan dipagari oleh aturan dan turunan peraturan berjenjang yang mesti diterapkan dan dipatuhi.

Tanpa bermaksud untuk menepis atau menyangkal keberhasilan-keberhasilan besar dari proses pelaksanaan otonomi daerah karya perjuangan pemikir-pemikir negeri ini, dan tanpa bermaksud masuk terlalu dalam mencereweti aspek-aspek kebijakan otonomi oleh para Para Pemerintahan sah pada masing-masing periodisasi pesta demokrasi lima tahunan itu, namun ada setopik penting dan genting menyangkut penerapan kebijakan penataan pemerintahan yang mendesak perlu dikritisi dan dikaji kembali.

Penting dan genting, sebab ikhwak meresahkan itu bahkan telah tercipta dan terkondisikan sedemikian rupa menggerogoti tiang utama birokrasi di negeri ini.

"Bagai api dalam sekam, susah dipadamkan dan sangat menghancurkan."

Inilah momok menakutkan tentang cerita lara 'netralitas ASN' daerah yang diperjuangkan sejak dulu kala namun tak juga kunjung menemukan alamat pasti.

Belasan tahun di pangkuan otonomi daerah, ASN kini telah mati suri. Hidup segan mati tak mau. Ibarat makan buah Simalakama dimakan mati ibu, tak dimakan mati ayah.
Bayang-bayang ketakutan pasca Pemilihan Langsung Kepala Daerah selalu menjadi mimpi buruk para ASN dan pejabat-pejabat di pemerintah daerah.

ASN hanya pintar menangis. Meski hanya ada satu-satu yang berani menangkis.

Olehkarena desakan rasa ketakutan abadi itu, mau tidak mau, suka tidak suka hampir semua unsur ASN (PNS, P3K dan Tenaga-tenaga Harian Lepas) juga secara turun-temurun lalu mulai memilih menceburkan diri kedalam 'transaksi' dukung-mendukung Piljada. Aroma politik praktis yang diharamkan oleh undang-undang itupun akhirnya menjamur pesat merasuki dan menggerogoti pribadi lepas pribadi para abdi rakyat itu.

Ibarat pabrik raksasa pencucian mental massal watak ASN, disinyalir bahwa 'kebijakan liar' politisasi ASN dari berbagai pihak politikus dan oleh kewenangan dan kebebasan otonomi seluas-luasnya yang tak terkendali itu masih akan terus merengsek merampas paksa fungsi netral ASN di negeri ini. (Semoga saja meleset.)

Kisah netralitas ASN yang diatur tegas oleh UU Negara inipun seolah tak berkuasa mengatur dan mengawasi kelakuan nakal terselubung para Oknum Pemerintah Daerah yang kerap terlanjur melampaui kewenangan dalam beberapa hal larangan.

Beginilah seyogianya asas netralitas berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang ASN Pasal 2 huruf F, menyebutkan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada asas netralitas yang berarti: "Bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun." Yang dimensinya meliputi netral, tidak berpihak, bebas dari konflik kepentingan, bebas dari intervensi politik, adil, dan melayani.

Sayonara Netralitas ASN. Nama baikmu kelak akan tinggal angin surga yang sebentar lagi pasti tinggal hanya slogan dan cerita usang saja.

Sayonara ASN Netral. Selamat tinggal ASN abu-abu. Apa Anda pendukung calon pemenang? Selamat anda melambung tinggi. Anda pendukung yang kalah? Maaf, silahkan jadi penonton saja. Kecuali satu, silahkan jadi bunglon, atau pilih jadi "penjilat" yang mesti pandai menjilat ludah sendiri.***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun