Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Curhat karena Dibilang Revolusi Mental untuk Kalangan Pendidikan Menengah ke Bawah

27 Oktober 2014   23:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:31 145 4
Kemarin ada foto yang hanya terdiri dari kalimat saja, yang antara lain "Manusia dari tanah, hidup dari hasil tanah, berdiri di atas tanah, dan akan kembali ke tanah, kenapa masih bersifat langit?" Kubuka itu lagi di postingan teman dan memberi "like"

Suatu kali juga, ada ini juga "Eh, dia sudah di langit, ngga dipijaknya lagi bumi." Waktu itu saya mungkin mendengarnya tertawa saat teman itu menceritakan seseorang.

Sekarang jika membahas pendidikan menengah-bawah, wah sakitnya tuh di sini (ikut tren), karena apa? Mungkin saya ini terlalu perasa hehe, karena aku sudah memutuskan tidak mengejar titel akademis berderet-deret. Dulu layaknya anak kecil lain, saya tentu ikut menghayal gelar Prof. Dr. xx, xx, xx. Sejauh ini saya menilai titel berderet ini penting bagi orang yang mendalami satu bidang alias spesialis sehingga menjadi pakar serangga, dokter bedah, dokter kandungan dll. Jika hanya ingin mengenal satu bidang tertentu setidaknya cukup satu gelar sarjana S1. Saya pun memilih "bidang yang tak kusukai" tetapi biar saya kenal "gimana sih jadi orang yang membahas sin, cos, tg", saya ambil pilihan itu dan saya diizinkan Tuhan dapat satu kursi melalui SPMB (tanpa kejeniusan ala Prof. Calculus atau Einstein, tanpa les di "bimbel"). Justru sebenarnya saya suka bahasa asing, tetapi tak mau ambil itu karena pikir saya "rugi" bayar kuliah itu empat tahun. Jelas sekali, saya tidak bertujuan untuk menjadi ahli satu bahasa asing atau pun pakar bidang lain. Bertolak belakan dengan pendapat lebih baik menguasai satu bidang tetapi mendalam dari pada .....( silahkan isi)


Berapa banyak lagi yang masih membanggakan titelnya?

Ada resep rahasia (bagi saya ini rahasia)
"Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat,
dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat,
juga roti bukan untuk yang berhikmat,
kekayaaan bukan untuk yang cerdas,
dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia,
karena WAKTU dan NASIB dialami mereka semua" (Pkh 9:11)

Selamat bagi yang menjadi pakar atau ahli di bidangnya (benar-benar ahli)

*Oya, income saya sekarang masih jauh di bawah yang tak tamat SD loh.
Lagi-lagi saya membahas income, soalnya tantangan Bapak dulu kepada saya adalah income 10 juta/bulan. Baru 10juta aja pun (komentar ahli bisnis, maybe). Yang pasti Bapak memberi tantangan ini sebagai sindiran pekerja tidak akan dapat income segitu (jika tidak pintar-pintar/ korupsi)

Kasihan sekali yang masih bekerja banting tulang tetapi katanya pintar (atau merasa pintar), atau yang masih menanggung kredit untuk memenuhi standar hidup. Seorang petinggi akan banyak malunya jika tampilannya "kere" daripada malu korupsi. Kalau sudah begini, petani sukses di desa dan kampung jauh lebih berbahagia. Seberapa jauh standar hidup yang ada tidak begitu mengusiknya. Rumah sederhana bagai istana baginya.

Sihusapi, 27 Oktober 2014,
Rini O. Nainggolan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun