Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mafia Persekongkolan, Sisihkan Kepercayaan.

18 Agustus 2011   07:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:40 30 0

Tentunya bukan kepercayaan untuk meyakini sebuah agama atau keyakinan. Tapi dari kata “percaya” ini, keberadaan sesuatu/seseorang/lembaga menjadi kokoh berdiri atau lantak tersapu angin dingin. Anenya, banyak yang dipercaya malah berhianat atau tidak amanah.

Beberapa tokoh negeri yang sering tampil di televisi baru-baru ini, sering mengutarakan berdirinya lembaga adhoc seperti KPK, saat ini hanya bermodalkan kepercayaan dari masyarakat. Bergeser sedikit, para pengelola televisi pun beramai-ramai mengumpulkan kepercayaan masyarakat dengan propagandanya untuk menolong sesama manusia yang tidak tertolong negara. Bergeser lagi, tibanya bulan ramadhan, menarik lembaga pengelola zakat untuk meraup kewajiban muzaki sebanyak mungkin.

Nah loh, mulai dari sisi politik, sosial, dan agama serta lainnya, semuanya bermodalkan kepercayaan. Tapi apa jadinya kalau tidak transparan dan tidak jujur. Hemmmmm…

Berdiri rasanya bulu kuduk, kalau menyimak pemberitaan di media massa dan jejaring sosial. Triliunan rupiah yang disalurkan stasiun televisi untuk membantu TKI yang didakwa hukuman mati, ternyata diberitakan untuk kepuasan diri sendiri. Mungkin itu hak individu “dia” yang notabene sudah menjadi milik pribadinya “dia” sendiri.

Tapi kalau mengamati gerak-gerik stasiun televisi atau radio atau lembaga lainnya, banyak yang berlomba menayangkan rekening Bank untuk Kepedulian terhadap sosialnya. Tidak sedikit pula yang melaporkan, lebih dari triliunan rupiah, uang yang diraup dari kepercayaan masyarakat dan digunakan untuk kepentingan rakyat.

Sekali waktu, iseng saja googling dengan kata kunci “Zakat”. Ribuan laman bermunculan, baik hasil raupan, definisi, maupun lembaga pengelola. Lagi-lagi, yang dipertaruhkan adalah kepercayaan. Tidak sedikit juga, lembaga pengelola itu menggandeng lembaga audit untuk lebih meningkatkan kepercayaan.

Menjamurnya lembaga pengelola zakat, infak, sodaqah, bahkan wakaf, ternyata tidak mampu menutupi kemiskinan yang melanda para tetangga. Bahkan, sering juga muncul atas nama individu, langsung menyerahkan zakat/infak,sadaqahnya terhadap masyarakat. Tapi tetap saja, miskin. Ada apakah gerangan? Mungkinkah terjadi mafia persekongkolan? Seperti yang sering kita liat pada ranah politik. Jadi, alusna kumaha?

Ada yang menarik, Perolehan zakat mal (harta) yang dibayarkan melalui Badan Amil Zakat Daerah (Bazda) Kaltim hingga pertengahan 2011 mencapai Rp 3,5 miliar. Dari sisa 2010 yang belum direalisasikan Rp 2,5 miliar, dan perolehan sejak Januari-Juli 2011 Rp 1 miliar. Mungkin ini sebatas contoh real. Berapa bunga yang dibayarkan Bank untuk Rp 2,5 miliar? Itu baru zakat mal, baru dari satu lembaga.

Karena menurut Ketua Bazda Kaltim Hamri Has, perolehan zakat itu sebenarnya sangat belum maksimal, selain tingkat kesadaran ummat Islam membayar zakat tersebut masih kurang, ada juga yang membayarnya melalui lembaga zakat selain Bazda.

Nah lho…! Akan jadi berapa rupiahkah? Padahal kata Hamri, kalau kita mau mengelola zakat akan sangat berpotensi menjadi salah satu program penanggulangan kemiskinan. Maka itulah peran pemerintah untuk tegas terhadap pembayar zakat sangat diperlukan. Sekedar mengingatkan, menurut data BPS per maret 2011, jumlah penduduk miskin di Kaltim sebesar 247,90 ribu (6,77 %).

Beuh…

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun