Namun justru saat saya beralih profesi dari pekerjaan di gaji setiap bulan menjadi pekerja yang penghasilan berasal dari keringat sendiri banyak suara miring dari warga kampung 'masak sarjana kerjanya noreh karet malu-maluin aja buat apa sekolah tinggi kalo cuman jadi penoreh' atau 'sekarang terasa cari uang susahnya kalau dengan jadi petani' ini segelintir ucapan warga kampung kepada saya.
Ada semacam sudut pandang dari warga kampung bahwa menjadi pekerja perusahaan dengan pakaian necis dan bergaji lebih baik di banding berbaju kusam dan menghasilkan uang sendiri.
Namun setelah hampir setahun menjalani kerja sebagai petani, saya merasa ada sesuatu yang hilang bukan semata-mata karena faktor financial namun timbul 'rasa kangen' ingin menjalani rutinitas kerja sebelum mengundurkan diri. Ternyata dengan keluar dari pekerjaan yang lama maka saya dapat pengalaman yang berbeda sehingga dapat membandingkan plus minus pekerjaan yang saya lalui.
Memang ada ungkapan bahwa seorang planter tetap akan rindu pada habitatnya sebagaimana burung yang selalu pulang ke sarangnya. Akhirnya kebun karet saya limpahkan kepada keluarga dengan sistem bagi hasil demikian juga dengan kebun kelapa sawit.
Setelah kembali bekerja sebagai planter saya berusaha menikmati kerja jika dimarahin atasan ya dianggap saja sebagai kritik membangun untuk memperbaiki diri dan justru setelah rehat setahun karir saya lumayan melesat 2 kali lipat dibanding pekerjaan sebelumnya. Ternyata dengan rehat setahun menginstal ulang kemampuan saya dan lebih menghargai pekerjaan.
Dengan bekerja di perusahaan dan juga memperkerjakan orang lain setidaknya saya bisa mengurangi pengangguran jika ada rezeki maka saya akan membuat lebih luas kebun dan memperkerjakan orang lain.
Setiap orang punya pengalaman yang berbeda tentang pekerjaan namun setiap orang punya sikap yang berbeda dalam menyikapi permasalahan dalam pekerjaan.
Salam planter