Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Pendidikan Pro Pasar Vs Pendidikan Sesuai dengan Konstitusi

4 November 2014   02:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:45 71 0
Cita Cita Pendidikan Pro Pasar Bebas Vs Cita Cita Pendidikan Sesuai Konstitusi



Negara di dunia ini tidak akan pernah maju di dalam pembangunannya jika mengabaikan sector pendidikan.Pembangunan sector pendidikan merupakan ujung tombang sebuah bangsa dan Negara.Bangsa yang maju tentunya memprioritaskan sector pendidikan.Coba kita tengok Negara yg dijuluki sakura (jepang) pasca di hancurkannya oleh Amerika dan sekutu dengan bom atomnya (nuklir) mengakibatkan jepang hancur lebur dan carut marut dan membunuh sekitar 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945.

Akibat kegansan amerika dan sekutu mengakibatkan jepang mengalami hancurnya bangunan yang megah dan musnahnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompeten.Akhirnya atas inisiatif kaisar Hirohito jepang memprioritaskan pembangunan pendidikan sebagai langkah awal untuk melakukan pembenahan di dalam atmosfer hancurnya sector-sector urgen pasca di bom oleh amerika dan sekutu.

Di era postmodern sekarang ini jepang mampu membuktikan dirinya sebagai Negara maju di asia tenggara antara lain : perekonomian,pertanian,teknologi,industry,perikanan dan peternakan,dan kemajuan di sector pendidikan.karena meletakkan pembangunan pendidikan sebagai hal yg utama.

Dalam fase sejarah Negara Indonesia kalau berbicara pendidikan maka akan kurang lengkap kalau tidak menyebut nama Ki Hajar Dewantara. tokoh yang tak bisa menyelesaikan pendidikan kedokteran di STOVIA karena sakit ini baru bisa mewujudkan semua gagasannya tentang dunia pendidikan dengan men-dirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa pada 3 Juli 1932 di Yogyakarta,menekankan rasa kebangsa’an agar siswa di taman siswa cinta tanah air dan bangsa sehingga bergerak untuk merebut kemerdakaan,Pemikiran Ki Hajar Dewantara lahir ketika kondisi pendidikan Indonesia dalam keadaan di bawah bayang-bayang kolonialisme yang berdampak pula terhadap kolonialisasi terhadap pendidikan. Dedikasi panjangnya terhadap dunia pendidikan mengantarkan Ki Hadjar menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pertama setelah Indonesia merdeka.

Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia.



Awal mula Liberalisasi pendidikan di Indonesia



perjalanan Indonesia melacurkan diri kepada organisasi internasional yang bernama WTO (World Trade Organization) sejak tahun 1994.  Organisasi ini bertujuan untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional setelah Perang Dunia II.. WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki 153 negara anggota, termasuk Indonesia. Privatisasi merupakan prinsip dari organisasi internasional yang berada di bawah naungan PBB. Privatisasi berada di top list dalam tujuan WTO. Privatisasi yang didukung oleh WTO akan membuat peraturan-peraturan pemerintah sulit untuk mengaturnya. WTO membuat sebuah peraturan secara global sehingga penerapan peraturan-peraturan tersebut di setiap negara belum tentulah cocok. Namun, meskipun peraturan tersebut dirasa tidak cocok bagi negara tersebut, negara itu harus tetap mematuhinya; jika tidak, negara tersebut dapat terkena sanksi ekonomi oleh WTO. Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade Organization”, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada di dalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Sebagai anggota WTO, Indonesia tentu saja tidak bisa menghindar dari berbagai perjanjian liberalisasi perdagangan, termasuk perdagangan jasa pendidikan Dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan WTO inilah, yang salah satunya harus melakukan privatisasi di bidang pendidikan, pemerintah mengeluarkan produk hukum yaitu UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 30 Maret 2010,dan sekarang berubah wujud menjadi uu nomer 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. Keputusan yang dinilai agak terburu-buru. Mengingat kondisi pendidikan nasional saat ini yang masih buruk. Keputusan liberalisasi pendidikan ditetapkan di tengah angka buta huruf dan putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, sejalan dengan logika ekonomik ala WTO, pendidikan hanya akan menjadi barang komersial yang jauh dari upaya pemenuhan hak konstitusi rakyat atas pendidikan yang bermutu dan berkualitas oleh Negara Melihat data-data tersebut, menjadi mudah dimengerti bahwa perdagangan jasa pendidikan sebenarnya digerakan oleh motivasi mengejar keuntungan ekonomi semata oleh Negara-negara maju. Aspek universal pendidikan sebagai bentuk pelayanan sosial dan proses penggalian kebenaran akan digantikan dengan hitungan untung rugi dalam logika bisnis.

Indonesia sebagai salah satu negara diperlintasan benua besar di dunia tentunya memiliki potensi yang kuat untuk terjadinya praktek kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional bukan hanya didorong oleh faktor perdagangan bebas. Tidak saja Kejahatan transnasional, Indonesia tentunya secara konsekwensi pasar di hadapkan pada persaingan global khususnya dunia pendidikan yang dikorbankan dan berimplikasi pendidikan sebagai arena pertarungan mencari keuntungan dan bermuara munculnya tenaga kerja murah yang terstruktural.

Tantangan terdekat Indonesia memasuki era AFTA yang melahirkan Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) di tahun 2015 tentunya harus di sikapi dengan kritis oleh pemerintahan baru yang baru saja dilantik secara mekanisme di dalam bernegara dan berbangsa

Cita Cita Pendidikan Nasional sesuai dengan Konstitusi



Landasan hukum di dalam konstitusi Negara kesatuan republic Indonesia jika mencermati rumusan alinea keempat pembukaan UUD Negara RI 1945 tujuan Negara RI ini berdiri tidak lain tidak bukan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa kemudian secara eksplisit di tuangkan pada pasal 31 Ayat (1) UUD Negara RI 1945 yang tegas menyatakan bahwa”(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.Jika melihat landasan berbangsa dan bernegara yang secara tegas memainkan peran dan fungsi bahwa negara sebagai penanggung jawab penuh terhadap kelangsungan hajat hidup masyarakat Indonesia untuk bisa mengakses dunia pendidikan tanpa adanya perkecualian dari latar belakang agama,suku,ras,miskin,kaya dll.

Negara sebagai actor utama dalam kelangsungan dunia pendidikan seharusnya menjadi fasilitator penuh baik dalam anggaran,kebijakan,atau bahkan menjadi pelopor terhadap kelangsungan dunia pendidikan yang di harapkan oleh konstitusi Negara kesatuan RI.

Jalan Tengah Antara Mekanisme pasar dan  Peran Negara

Ada dua kepentingan yang mendasar di dunia pendidikan antara kepentingan modal atau individu dengan kepentingan  kemaslahatan masyarakat yang sesuai konstitusi, yang pertama dunia pendidikan di arahkan ke arena pasar bebas yang mendasar dari Ideolog Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property) yang bermuara pada logika fikir untung / rugi  yang berkontradiksi dengan kepentingan Negara yang sesuai dengan konstitusi dimana Negara memainkan perannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa semua untuk semua dan satu untuk semua tanpa adanya diskriminasi dan Negara tidak meninggalkan kewajibannya yang telah di atur di dalam uud 1945.

Jika melihat kontradiksi di atas maka menjadi tidak benar kalau Negara kesatuan RI yang berasazkan pancasila dan uud 1945 mengamini nota kesepakatan dengan WTO yang tendensinya menempatkan sector pendidikan bermuara pada logika untung atau rugi.

Seharusnya kalau secara knstitusional Negara ini telah mendeklarasikan memakai dasar Negara pancasila dan uud 1945 maka langkah awal yang harus dilakukan adalah Negara harus memproteksi antara kepentingan rakyat Indonesia dengan kepentingan kapitalisme khususnya di sector pendidikan.

Kemudian yang ke dua yang harus dilakukan adalah mencabut segala produk undang-undang yang menjadikan karpet merah sector pendidikan di arahkan ke mekanisme pasar bukan lagi bertendensi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

Dan yang ketiga pendidikan harus bisa diakses oleh seluruh rakyat Indonesia baik dari kalangan atas sampai kalangan yang miskin dan Negara memfasilitasi itu semua karena sudah tertuang di dalam konstitusi

Langkah yang ke empat adalah menciptakan sebuah terobosan dan menempatkan pendidikan menjadi hal yang prinsipil di dalam berbangsa dan bernegara dengan meletakkan dasar pendidikan yang gratis , ilmiah dan demokratis.

Hipotesis yang bisa diambil adalah Pemerintah harus bisa memilah antara kepentingan masyarakat Indonesia yang sesuai konstitusional dan antara  kepentingan kapitalisme yang berada di Indonesia maupun yang ada diluar Indonesia apalagi sebentar lagi kita memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada tahun 2015,kalau negara hanya digunakan alat oleh para pemilik modal untuk melancarkan usahanya memainkan dunia pendidikan untuk mekanisme bisnis,maka bangsa ini tinggal nunggu waktu untuk bubar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun