Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kepekaan Penulis dalam Memotret Kehidupan Antara Gugatan dan Renungan

26 Juli 2011   01:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:23 273 0
Sebuah Telaah Atas Kumpulan Cerpen Demokrasi 25 Juta Karya M. Hasby Maulana

Cara bersyukur seorang penulis adalah dengan cara menulis

(KH. Moh. Idris Jauhari, Pimpinan dan Pesangasuh Pondok Pesantren Al-Amien)

Singkat, padat namun penuh makna, fatwa yang diberikan oleh guru ruhani yang memilih mengabdi di pesantren yang ada di Madura. Pesantren yang sangat netral. Bisa direima oleh semua golongan. Pesantren yang selalu memiliki daya tarak berbagai masyarakat dari berbagai golongan untuk hadir dan merasakan sendiri kenetralan pesantren ini.

M. Hasby Maulana, di sinilah penulis Kumpulan Cerpen Demokrasi 25 Juta mengawali cikal bakal menulisnya. Di sinilah M. Hasby Maulana hendak mengimentasikan rasa syukur sebagai penulis, yang karena ketawadhu'annya mengaku penulis pemula walau pernah terdaftar sebagai Wakil Ketua Sanggar Sastra Al-Amien (SSA), anggota FLP Ranting Al-Amien dan anggota Sanggar Sastra Remaja Indonesia.

Buku ini memuat 12 cerpen pilihan terbagi atas dua bagian yakni Chapter I berisi enam cerpen dan Chapter II berisi 6 cerpen. Buku ini menjadi tanda sejarah bahwa M. Hasbi Maulana bisa dikatakan sebagai cerpenis karena memang telah menulis cerpen dan telah diabadikan menjadi buku, yang bisa ditelaah oleh khalayak ramai. Diterima atau pun ditolak sebuah karya merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh tiap penulis.

Cerpen Ritual Para Katak lebih fokus membahas, bahwa untuk memperoleh kesenangan pribadi terkadang harus mengorbankan orang lain, merupakan potret kehidupan yang sangat miris dan ritmis. Dalam cerpen ini pula disisipkan pandangan penulis bahwa tiap perbuatan memiliki balasan, disadari atau tidak balasan pasti ada dan diterima oleh pelakunya.

Cerpen Malam Takbiran, mengangkat tema reliji yang disisipkan permasalahan sosial. Menggambarkan suasana lebaran. Suasana lebaran adalah suasana yang sakral bagi tiap muslim, semua ingin mengenakan pakaian yang terbaik. Namun karena tokoh dalam cerpen ini berasal dari keluarga tidak mampu maka mengenakan pakaian ala kadarnya. Keadaan yang serba kekurangan membuat tokoh utamanya harus dengan tabah menahan lapar. Penulis mengakhiri cerpennya dengan anggun selalu ada kejutan bagi hamba yang tabah, Adi dan Maknya tak lagi merasakan lapar karena panitia Hari Raya Qur'ban memberikan daging kepada Adi dan Maknya untuk dimasak. Demikian keindahan Islam yang coba dipotren oleh penulis cerpen ini.

Cerpen Sembahyang Rerumputan, cerpen bertema sosial yang memotret pernak-penik kehidupan yang mengenaskan atas nama reformasi. Di sini penulis memfungsikan diri sebagai rakyat jelata yang serba tak mampu membendung segala kesulitan hidup yang terlaksana atas nama reformasi maka hanya doa yang menjadi senjata. Dalam cerpen ini rakyat jelata dilukiskan selalu menjadi korban reformasi.

Umumnya keduabelas cerpen yang ada mengangkat tema sosial, percintaan dan religi hal ini bisa dimaklumi jika kita mengetahui latar belakang penulisnya yang berasal dari alumni pesantren.

Cerpen Demokrasi 25 Juta adalah potret sosial yang paling miris dibandingkan cerpen-cerpen bertema sosial yang diusung oleh cerpenis buku ini. Dari judulnya saja sudah bisa dipastikan letupan kekecewaan yang ada.

Dengan demikian penulis dalam buku ini, dengan segenap upaya keberanian yang dikumpulkan, potret hidup yang buram diabadikan bukan sebagai alat untuk memprofokasi masa untuk lebih meningkatkan pembrontakan dan demo menentang kebijakan pemerintah melainkan sebagai solusi untuk menata hidup yang lebih bermartabat.

Kamar Hati, 26 Juli 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun