Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Tuntutan SE Dikti sudah Diperlunak. Masih Stres?!

3 Maret 2012   20:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:32 368 1

Stres tidak asing lagi bagi setiap orang. Entah sadar atau tidak sadar, setiap orang mengalami stres dengan kadar dan kuantitas yang variatif. Riset pertama kali mengenai stres dilakukan oleh Dr. Han Selye. Ia merumuskan konsep tanggapan secara fisik dan psikologis terhadap stressor (penekan, penyebab stres) yang disebutnya sebagai General Adaptative Syndrom. Tanggapan psikofisologis ini tersusun dalam tiga tahap yakni tahap peringatan, perlawanan dan tahap peredahan. Apabila tubuh bertemu stresor dan stresor telah dikenali maka otak akan mengirim pesan ke seluruh sistem tubuh dan kemudian akan menimbulkan reaksi. Penekan yang mengganggu akan dilawan. Perlawanan yang berulang-ulang atau terus menerus, maka tubuh bisa kehilangan daya tahan, kemudian melemah.

Stress didefinisikan sebagai “is a dinamic condition in wich an individual is confronted with an opportunity, constrain, or demand related to what he or she desires dan for which the outcomes in perceived to both uncertain and important” (Robbins, 2005). Stress merupakan kondisi dinamis yang di dalamnya individu menghadapi kesempatan, kendala atau tuntutan yang berhubungan dengan apa yang paling diinginkan dan yang hasilnya dipandang sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting.

Seberapa besar konsekuensi stres yang ditimbulkan oleh stresor sangat bergantung pada setiap individu. Individu yang berbeda tentu memberikan atau mempunyai tanggapan yang berlainan terhadap stresor yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh faktor penengah yang dimiliki oleh setiap individu. Faktor penengah disebut sebagai  moderator (Gibson, 1992) atau pelunak yaitu variabel individual yang memperlunak hubungan antara penyebab stres dan akibat stres (Robbins, 2005).

Faktor penengah yang dimaksud adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, persepsi (perception), pengalaman (experience), dukungan sosial (social support), keyakinan akan lokus kontrol (locus of control), keefektifan diri(self-efficacy), peristiwa atau perubahan dalam kehidupan dan permusuhan atau percekcokan (conflict). Tanggapan seseorang yang sudah berusia matang berbeda terhadap seseorang yang masih berusia belia, demikian pun tanggapan seorang wanita tidak sama dengan reaksi seorang pria. Berbeda pula tanggapan seseorang yang berpendidikan dan berpengalaman luas dengan orang yang belum atau tidak berpengalaman terhadap suatu hal. Relasi sosial, keyakinan diri seseorang melakukan sesuatu dan pengendalian diri (internal atau eksternal) amat mempengaruhi hubungan antara stresor dan akibat stres.

Stres dapat mengakibatkan perubahan pada metabolisme tubuh, sakit jantung, sakit kepala, dll. Selain faktor-faktor fisiologis ini, tekanan bisa menimbulkan efek psikologis seperti kecemasan, emosi kurang stabil, lekas bosan atau pun ketidakpuasan dalam dunia kerja. Efek yang muncul dalam bentuk perilaku (behavioral simptoms), terutama dalam sebuah organisasi adalah perubahan produktivitas, ketidakhadiran (kemangkiran kerja), perpindahan karyawan, pengunduran diri  karyawan, kurang setia pada organisasi tempat berkarya, perubahan pola makan, merokok, alkoholik, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur.

Penerbitan karya ilmiah sebagai syarat kelulusan. Stresor?!

Dalam dunia pendidikan, banyak hal yang bisa mengakibatkan tekanan terhadap individu peserta didik, pendidik atau pun terhadap lembaga pendidikan yang bersangkutan. Sebagai organisasi, lembaga pendidikan pun tentu mengalami stres. Stres atau tekanan tersebut dapat diakibatkan oleh perubahan atau inovasi dalam dunia pendidikan. Perubahan (pergantian) kurikulum, kebijakan, kepemimpinan, kondisi pada awal atau pun akhir tahun ajaran ataupun jumlah kelulusan bisa menjadi pemicu stres.

Hal terakhir yang hangat dibicarakan adalah munculnya Surat Edaran Dirjen Dikti No. 152/2012 yang mewajibkan penerbitan karya ilmiah mahasiswa pada jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan. Surat edaran ini sungguh menuai reaksi yang luar biasa. Ada reaksi pro dan kontra dengan pertimbangan rasional masing-masing. Bagi banyak kalangan mahasiswa, apabila penerbitan karya ilmiah pada jurnal sungguh diwajibkan dan mempunyai kekuatan yang tidak bisa diganggu gugat, maka hal ini akan dirasakan sebagai beban. Tujuan Surat edaran itu sangat baik dan tidak dibantah, yakni untuk menghasilkan banyak tulisan ilmiah, untuk membenahi ketertinggalan Indonesia dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, sungguh siapkah setiap pihak terkait untuk melaksanakan kewajiban ini? Ketidaksiapan akan menjadi penyebab stres bagi beberapa pihak, terutama bagi mahasiswa yang mengalami langsung efek dari aturan ini.

Syukurlah, akhirnya para pembuat kebijakan dan penentu keputusan melunakkan tuntutan SE tersebut. Hal ini hanya bersifat dorongan atau anjuran. Dikti pun akan menyediakan tenaga ahli yang menangani penerbitan jurnal ilmiah. Menurut Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (MRPTN), Idrus Paturussi, tidak ada sanksi bagi mahasiswa/i yang tidak menerbitkan karyanya. Mahasiswa/i bisa dinyatakan lulus, meskipun tidak mempublikasikan karya ilmiah pada jurnal. Bagi mahasiswa yang tidak berhasil mempublikasikan karya ilmiahnya akan diberi sanksi pada penilaian akhir. Mahasiswa/i mempunyai IPK 3,9 hanya dapat lulus dengan memuaskan, tidak “cum laude”, bila tidak berhasil mempublikasikan karyanya pada jurnal ilmiah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun