Industri transportasi termasuk industri yang sarat resiko. Resiko seperti kecelakaan sudah harus dianggap manunggal dengan keuntungan yang didapat sehingga antisipasi dalam krisis perlu betul-betul dipersiapkan. Antisipasi ini tidak semata-mata asuransi maupun infrastruktur teknologi, melainkan juga kompetensi manajerial dan komunikasi karyawan yang perlu dibangun dan dipelihara terus menerus melalui simulasi dan sosialisasi Standard Operational Procedure untuk krisis secara konsisten.
Malaysia Airlines jelas tidak siap dalam menangani krisis akibat tragedi yang paling ditakuti dalam industri transportasi udara: kehilangan pesawat, penumpang, beserta seluruh kru-nya bahkan jejak puingnya pun belum dipastikan. Ketidaksiapan Malaysia Airlines itu terlihat pada blunder-blunder komunikasi krisis yang dilakukannya pada 72 jam pertama sejak MH 370 diketahui hilang. Dalam teori-teori komunikasi krisis, 24 jam pertama pada situasi krisis amat menentukan pengelolaan krisis berikutnya. Blunder MAS pada masa awal ini menjadi biang publisitas buruk terhadap MAS dan pemerintah Malaysia.
Kesalahan-kesalahan dalam 24 jam pertama krisis itu antara lain:
1) Pengumuman publik atas MH 370 yang hilang kontak dilakukan melalui laman Facebook
Berita pertama di Liputan Khusus KOMPAS.com menunjukkan sumber pertama informasi tersebut adalah laman Facebook MAS yang memasang status pernyataan ke media bahwa pesawat MAS berkode terbang MH 370 hilang kontak dengan menara pengawas. Tidak jelas dalam berita KOMPAS.com apakah kontributornya di Malaysia telah melakukan verifikasi terhadap otoritas terkait namun di berita tersebut tidak ada kutipan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, saya menyimpulkan memang benar MAS mengumumkan 'hilangnya' MH 370 melalui Facebook.
Kesan yang didapat dari pengumuman melalui Facebook itu adalah MAS terkesan tidak menganggap peristiwa 'hilang kontak' itu adalah masalah serius, cenderung menyepelekan, dan berhati dingin. Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya dalam posisi keluarga penumpang MH 370, betapa hancurnya hati saya jika mengetahui tragedi itu dari media, bukan dari MAS langsung yang menghubungi saya. Indikasi MAS tidak segera menghubungi keluarga penumpang MH 370 dilansir oleh KOMPAS.com.
2. 'Jumpa pers' inisial yang buruk
KOMPAS.com menurunkan berita bagaimana keluarga penumpang di Beijing menghadiri jumpa pers di Lido Hotel merasa kecewa dengan jumpa pers yang hanya berlangsung lima menit dan hanya mengulang hal yang sama yang sudah diumumkan pada laman Facebook MAS. Meski selanjutnya diketahui bahwa manajemen senior MAS melakukan pertemuan dengan keluarga penumpang MH 370, pertemuan itu baru dilakukan setelah jumpa pers inisial yang kurang memperhatikan kebutuhan psikologis keluarga penumpang terutama keluarga penumpang warga Cina. Kultur masyarakat Cina yang keeratan kekerabatan sangat tinggi pada satu sisi dan regulasi yang membatasi jumlah anak pada sisi lain membuat keluarga penumpang asal Cina lebih emosional menghadapi tragedi ini.
Pertemuan dengan keluarga penumpang semestinya dilakukan mendahului jumpa pers dan dilangsungkan secara tertutup dan menghadirkan para psikolog dan perawat maupun para penerjemah bahasa yang memahami perbedaan-perbedaan kultural . Mengapa pertemuan dengan keluarga penumpang menjadi perhatian pada masa-masa awal krisis? Saya kira jawabannya sudah jelas. Pihak keluarga adalah pihak yang paling berkepentingan terlebih dahulu untuk mengetahui segala macam informasi terkait dengan hilangnya MH 370, bukan pers. Bukti bahwa keluarga penumpang kecewa dengan MAS dan pemerintah Malaysia adalah mereka enggan menghadiri brifing tertutup seperti yang ditulis Kompasioner ini.
3. Pemberi pernyataan dilakukan oleh Wakil CEO MAS, bukan CEO MAS
Pihak yang memberikan pernyataan pada konferensi pers inisial di Beijing pada Maret (8/3) adalah Fuad S, Wakil CEO MAS. CEO dan Wakil CEO merupakan level manajemen tertinggi pada institusi bisnis. Tetapi akan lebih baik jika juru bicara adalah CEO MAS, bukan 'hanya' Wakil CEO untuk menunjukkan totalitas perhatian MAS pada insiden tersebut.
4. Juru bicara selalu berganti-ganti
Pemberi pernyataan pada pers dari pihak MAS selalu berganti-ganti. Pada jumpa pers inisial di Beijing, juru bicara MAS adalah Wakil CEO MAS meski pada jumpa pers di Kuala Lumpur berikutnya CEO MAS sendiri yang menyampaikan informasi sebagaimana dilansir KOMPAS.com. Pada konferensi pers hari Minggu (9/3), juru bicara MAS bahkan tidak menyebutkan namanya. Ada juga juru bicara MAS yang tidak jelas kapasitasnya. Pada berita mengenai MAS akan membangun pusat komando pencarian pun, KOMPAS.com hanya menyebutkan "manajemen MAS", bukan petinggi MAS dengan identitas yang jelas.
Juru bicara yang berganti--ganti itu tidak hanya berlangsung pada 24 jam pertama, melainkan pada sepanjang pencarian MAS tersebut. Tidak hanya dari MAS yang pada akhirnya memberikan pernyataan, melainkan juga dari pejabat-pejabat pemerintah Malaysia, mulai dari pejabat Departemen Penerbangan Sipil Malaysia, Menteri Pertahanan Malaysia dan Perdana Menteri Malaysia.
Juru bicara yang selalu berganti mungkin berkaitan dengan perbedaan otoritas dari masing-masing individu. Akan tetapi, sebagai sebuah institusi yang beroperasi global, dampak tragedi hilangnya MH 370 juga bersifat internasional sehingga kemungkinan untuk beredarnya informasi yang simpang siur pada wacana internasional sangat tinggi. Kesimpangsiuran itu hanya bisa dikurangi dengan membatasi siapa yang akan bicara atas nama MAS dan pemerintah Malaysia.
Konsistensi siapa yang akan menjadi juru bicara akan berdampak pada manajemen internal MAS dan pemerintah Malaysia dalam menangani krisis, yaitu siapa yang akan menjadi a person under media spotlight, dan siapa yang akan menjadi a manager behind the screen. Sebab, tekanan tidak hanya datang dari media dan keluarga penumpang, melainkan juga internal perusahaan seperti siapa yang 'bersalah' melooskan penumpang dengan paspor palsu, dan penolakan dari keluarga pilot MH 370 yang merasa dituduh sebagai teroris.
Kesalahan berikutnya setelah di luar 24 jam pertama pasca hilangnya MH 370 adalah:
5. Pernyataan-pernyataan yang melantur: penumpang misterius mirip Mario Balotelli
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Kepala Departemen Penerbangan Sipil Malaysia itu meski disampaikan lainya sebuah candaan ringan, media-media dengan segera menyergapnya sebagai santapan empuk seperti yang dilansir KOMPAS.com. Candaan semacam itu sangatlah tidak profesional sementara pada sisi lain MAS dan pemerintah Malaysia tidak mampu menjawab mengapa sampai ada penumpang yang menggunakan paspor palsu.
6. Akurasi informasi rendah
Memberikan informasi yang kurang akurat meski hanya 'minor', menurunkan citra positif institusi bersangkutan. Ralat tentang kata-kata terakhir pilot MH 370 mungkin tidak berdampak besar pada proses pencarian pesawat tersebut, namun hal itu memicu pertanyaan: inakurasi-inakuasi apalagi yang mungkin terjadi berikutnya? Akurasi erat kaitannya dengan kredibilitas otoritas pemerintah dan MAS. Namun paling tidak, dengan mengesampingkan ekspos media pada ashttp://www.kompasiana.com/dashboard/write/www.parahita.kompasiana.com?le=643820pek inakurasi itu, ralat yang disampaikan itu juga menunjukkan itikad Malaysia untuk berlaku jujur pada publik meski hal itu mempertaruhkan kredibilitasnya.
7. Mengumumkan pesawat dinyatakan jatuh ke keluarga penumpang via SMS
Ketika pada 25 Maret 2014 (17 hari setelah pesawat dinyatakan hilang) pihak MAS menyatakan pesawat MH 370 jatuh di Samudera Hindia, informasi tersebut disebarluaskan ke keluarga penumpang melalui layanan pesan singkat. Cara tersebut mengesankan pihak MAS dan pemerintah Malaysia tidak mempelajari kritik-kritik yang pernah disampaikan terkait cara berkomunikasi yang seakan tidak peka dengan perasaan keluarga penumpang. Bilang putus ke pacar via telepon saja bisa mengundang murka, apalagi bilang "pesawat jatuh, penumpang dinyatakan tewas" via SMS!
Setiap krisis pasca hilangnya/ jatuhnya pesawat memang unik dan membutuhkan penanganan yang unik. Akan tetapi, hal yang pasti selalu terjadi pasca tragedi semacam itu adalah kontroversi, sebagaimana yang dulu juga dialami Air France saat AF 447 jatuh di Samudera Atlantik antara Brazil dan Afrika Utara. Salah satu tugas kepemimpinan selama krisis itu adalah mengelola informasi yang beredar agar tidak semakin memperparah krisis. Apalagi, pihak-pihak yang terlibat dalam pencarian itu mencapai belasan negara dan semua negara tersebut berhak memberikan informasi kepada publik yang bisa jadi informasi itu justru semakin meningkatkan kontroversi.
***