Pengunduran diri dari jabatan sesungguhnya merupakan bentuk pertanggungjawaban moral dari pribadi yang masih punya harga diri. Dan harga sebuah diri, sangat-sangat ditentukan oleh reaksi lingkungan sekitar terhadap setiap langkah keseharian masing-masing pribadi di dalam lingkungan itu. Langkah yang menabrak norma lingkungan akan mendatangkan reaksi tak nyaman (secara psokologis)bagi diri kita sendiri. Rasa tak nyaman inilah yang disebut rasa MALU. Semakin tinggi jabatan, semakin tinggi status sosial, semakin tinggi pula harga diri, semakin sensitif rasa malu.
Bahwa dirinya belum tentu bersalah, tentulah itu. Tapi dia juga menyadari, di mata hukum dan tanggapan publik, dia juga belum tentu tak bersalah. Dengan memilih mengundurkan diri, seolah dia ingin berkata" jika ternyata saya salah maka mengundurkan diri adalah hal yang sepadan untuk menebus kesalahan saya, nama saya tetap bersih dari stempel TAK TAHU MALU, GILA JABATAN, MARUK HARTA dan lain sebaginya. Jika ternyata saya benar, maka nama saya tetap bersih karena tidak seperti yang disangkakan. Harga diri saya lebih mahal dari jabatan apapun"......
Kira-kira seperti itulah pemikiran BW yang dapat saya terawang (hehehehe).
Apakah pemikiran luhur ini juga diyakini oleh Pejabat kita yang lain? Pejabat penegak hukum, pejabat penegak hukum yang terindikasi KKN...
Atau malah sebaliknya, pejabat yang ogah mundur itu berpikir " Ah kepalang tanggung, malu aja sekalian, emang gue pikirin?.... Harga diri? Tuh liat rekening saya. Segitulah harga diri saya... Malu? Nih gue bayarin...berapa sih malu gue?
Naudzubillah min zalik