Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sesuatu Sangat

7 September 2012   03:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:49 115 1
Mukaku masam saat kakek datang menghampiri. Dan makin bertambah masam saat kakek mengatakan padaku, bahwa, nenek akan tinggal di rumah kakek (Nenek dan kakek tinggal di rumah yang berbeda kota). Lho, kenapa kok mukaku bisa masam? Karena rumah kakek sangat berantakan, kotor, sempit dan panas. Meski kakek tinggal bersama anak, mantu dan cucu-cucunya, tetapi kehidupan mereka sendiri-sendiri. Maksudnya, loe-loe gue-gue. Itu istilah betawinya.

Sejak hari itu, aku sama sekali tidak ada semangat kerja. Pikiranku berantakan dan terbesit ingin sekali segera pulang ke Indonesia. Daripada harus kerja di tempat yang kotor, kumuh, seperti di rumah kakek. Itulah bisikan hatiku.

Hari pindah ke rumah kakek pun tiba. Sesampai di rumah kakek, hatiku memberontak. Tapi tak ada yang dapat kulakukan selain mematuhi perintah majikan untuk menemani nenek tinggal di rumah kakek. Bahkan, walau airmataku sudah menetes beribu-ribu butir pun, mereka tidak merespon sama sekali. Hanya kalimat ''Sabar, lama-lama pasti kerasan di sini.''

Tiga hari berlalu. Makanan-makanan enak, roti kesukaanku yang tersaji di meja makan, tidak ada yang kusentuh sedikit pun. Keringnya tenggorokanku, pecahnya bibirku, masih bisa bertahan tanpa minum air putih. Lalat-lalat yang hinggap kesana-kemari itu membuat tanganku tak berani menyentuh. Terasa jijih dan geli. Lagi-lagi hatiku menangis. Airmata kembali menetes.

Di sini, di rumah kakek, aku hanya menemani nenek. Tidak ada pekerjaan lain seperti membersihkan rumah atau masak untuk majikan. Setiap hari, aku hanya masak untuk kami bertiga.

Dari sinilah rasa betahku tumbuh. Saat anak perempuan nenek datang menjenguk kami, ia membawa sebungkus daging babi. Ia memintaku untuk memasak daging babi itu. Padahal ia tahu bahwa aku tak boleh memakan dan memegang daging babi, tapi ia tetap menyuruhku. Mungkin karena ia adalah salah satu majikanku. Kukenakan sarung tangan, lalu kusiap untuk memasaknya. Tiba-tiba suara mantu nenek mengagetkanku bersama anak lelakinya. "Dia menyuruhmu untuk masak daging babi ini?"
"Iya"
"Keterlaluan sekali. Bukankah ia tahu, bahwa kamu muslim?"
"Saya kira tahu, tapi tak apalah. Saya ada menggunakan sarung tangan, insyaAlloh tidak masalah"
"Tidak, kamu taruh saja daging babi itu di sini, nanti biar saya yang masak"
"Sungguh? Baiklah, terima kasih"
"Sama-sama. Di sini, aku tidak akan menyuruhmu untuk memasak daging babi. Juga tidak akan menyuruhmu untuk mengerjakan pekerjaan di luar job kamu"

Lega hatiku. Pikiranku pun sudah mendingan. Ternyata, di balik semua itu ada maksud tertentu.

Miaoli, Taiwan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun