Satu lagi kekayaan alam di Pulau Flores yang sangat menakjubkan dengan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa adalah hutan mangrove yang berada di Desa Reroroja Kecamatan Magepanda Kabupaten Sikka. Sayangnya hutan mangrove seluas hampir 40 H yang memilki potensi untuk dijadikan obyek wisata edukatif tersebut kurang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Daerah. Selama ini hutan mangrove tersebut hanya dijadikan lokasi penelitian dari kalangan akademisi baik dalam maupun luar negeri, masyarakat di Kabupaten Sikka dan sekitarnya juga masih sedikit yang memanfaatkannya untuk tempat berwisata, padahal selain bisa menikmati kesegaran udara hutan mangrove, keanekaragaman hayati, dan keindahan pantainya, hutan mangrove juga bisa dijadikan wahana pembelajaran tentang lingkungan untuk anak-anak.
Hutan mangrove yang berada di Desa Reroroja tersebut tidak muncul tiba-tiba tapi berkat tangan dingin dan kerja keras yang tak kenal lelah dari sosok Victor Emanuel Rayon atau yang sering dipanggil dengan nama Babah Akong. Babah Akong adalah aktivis lingkungan yang sudah dikenal di tingkat nasional, penghargaan dari Presiden RI berupa Kalpataru dan Kick Andy (Metro TV) sebagai Pahlawan Lingkungan membuktikan komitmennya untuk menyelamatkan lingkungan sudah diakui oleh semua kalangan. Perjuangannya selama hampir 20 tahun menekuni ‘dunia’ mangrove tidak sia-sia, kini hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat, pemukiman masyarakat sekitar hutan mangrove tidak terkena lagi abrasi, angin kencang bahkan kalau misalnya tsunami menghantam lagi seperti tahun 1992 masyarakat tidak perlu khawatir lagi karena hutan mangrove menjadi benteng alami yang kokoh melindungi. Selain itu secara ekonomi masyarakat juga terbantu karena bisa mendapatkan uang tambahan dari mencari kepiting, ikan, dan siput.
Keanekaragaman hayati hutan mangrove di Mangrove Information Centre ‘Babah Akong’ juga luar biasa, terdapat 14 jenis mangrove sejati seperti avicinnia sp (api-api), rhizophora sp (bakau), Acanthus sp (jeruju), Sonneratia sp (pedada), dan Meliaceae sp (bakau buah jeruk). Selain mangrove sejati terdapat juga mangrove ikutan di sekitar hutan mangrove seperti Barringtonia asiatica (bogem), Ipomea pes-caprae, Pongamia pinnata (kacang laut), Terminalia cattapa (ketapang), dan Hibiscus tiliaceus (waru laut). Selain berbagai jenis mangrove terdapat juga berbagai satwa mulai dari burung, kera, bebek air, bangau, burung migrant dari Australia (bulan tertentu), dan terdapat juga kelelawar raksasa. Bagi yang memiliki hobi mencari ikan dijamin akan merasakan sensasi tersendiri dengan memancing di tengah hutan mangrove yang dihuni berbagai jenis ikan. Ingin yang lebih seru? Cobalah berburu kepiting di malam hari di hutan mangrove.
Usianya yang semakin tua dan kesehatan yang mulai menurun tidak menyurutkan Babah Akong untuk mengembangkan hutan mangrove agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya generasi muda. Dibantu Wetlands International Indonesia sebuah LSM yang bergerak di bidang konservasi lahan basah, hutan mangrove tersebut saat ini dijadikan sebagai Mangrove Information Centre (MIC) satu-satunya di Provinsi NTT. Menurut Babah Akong dengan dijadikannya sebagai pusat informasi mangrove, masyarakat bisa lebih banyak belajar tentang mangrove khususnya para pelajar dan mahasiswa agar semakin mencintai lingkungan. Di Pusat Informasi Mangrove tersebut para pengunjung bisa berdiskusi langsung dengan pakar mangrove Babah Akong, belajar membuat persemaian mangrove, menanam mangrove secara langsung dan melihat tambak silvofisheri atau tambak ramah lingkungan.