Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

PERSAHABATAN UNIK YANG KUTEMUI DI PALEMBANG

2 Juni 2011   19:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:56 540 1

Tak ada yang istimewa dari mereka ketika pertama kali aku berkenalan dengan mereka. Mereka biasa saja seperti kebanyakan anak-anak koas yang lain. Sepertinya aku tidak akan bisa akrab dengan mereka, itu yang kupikirkan pertama kali ketika bertemu dengan mereka.

Mereka duduk di kursi tidak jauh dari tempat aku dan deezul duduk. Kemudian seperti layaknya orang yang baru kena.l Kami pun bersalaman dan saling menyebutkan nama masing-masing.

“Shesyi” Ujar yang memakai jilbab

“Muthee”Ujar yang satunya tapi tidak memakai jilbab

Aku dan deezul pun menyebutkan nama masing-masing. Setelah itu kami seperti biasa. Tidak ada hal yang istimewa dengan mereka.

Hari itu hari selasa. Hari ketiga kami sampai dipalembang. Kami semua berjumlah bersepuluh. Kami adalah rombongan koas dari Jambi yang datang ke Palembang untuk stase forensik. Kami akan berada di Palembang selama 4 minggu. Kami semua menyewa kamar kos-kosan selama berada disana.

Entah bagaimana awal kedekatan aku dan deezul dengan mereka. Awalnya di mulai dari mereka mengajak kami karaokean di tempat family karaoke beramai-ramai dengan teman-teman yang lain. Karaokean memang menjadi hoby anak-anak FK terutama anak koas dalam melepas kepenatan dan kesuntukan. Tempat karaoke yang kami datangi bukan tempat karaoke memiliki makna negatif. Ini adalah tempat karaoke yang sebagian besar dikunjungi mahasiswa-mahasiswa dan tak jarang terlihat keluarga lengkap dengan anak-anak mereka juga datang. Daftar lagu yang disajikan pun adalah lagu-lagu yang lebih ke “anak muda”. Tidak ada minuman keras ataupun wanita-wanita “nakal” yang sering dikaitkan orang-orang dengan tempat karaoke.

Hari demi hari terus aku dan teman-teman lain dari jambi lalui selama di Palembang. Tepatnya di Departemen Forensik RSMH. Stase forensik adalah stase yang paling santai di antara stase-stase lain. Kami wajib datang dari jam 8 pagi sampai jam 1 siang. Setelah itu kami boleh datang jika ada mayat yang perlu diperiksa. Kami akan dihubungi oleh petugas jika ada pemeriksaan mayat. Walaupun tengah mlam sekalipun.

Di stase ini kami berjumlah 30 orang. Kami bersepuluh dan ditambah 20 orang koas UNSRI. Kami semua sering menghabiskan main kartu di ruangan belajar. Karena memang tidak ada yang kami kerjakan. Sebagian yang lain ada yang menonton DVD dengan laptop mereka. Kami akan mulai sibuk jika ada mayat yang datang. Dan kami pun diharuskan membuat laporan. Jika tidak ada mayat kami pun santai-santai saja.

Shesyi dan muthee menjadi guide bagi aku dan deezul. Mungkin kedekatan kami di mulai dari karaokean waktu itu. Mereka pun mengajak kami berkeliling kota Palembang. Mereka memperkenalkan kami tempat-tempat di Palembang. Kami pergi menonton bioskop bersama-sama. Mungkin karena sama-sama heboh dan kocak atau mungkin memang sudah “jodohnya”, shesyi dan muthee selalu ada dimana aku dan deezul berada.

Tentu saja kami sangat senang sekali punya teman yang setia menemani kami selama di Palembang. Kadang-kadang mereka berdua main kekosan aku dan deezul. Dan pernah juga mereka nginap di kosan kami.

Tanpa sengaja aku pun memperhatikan banyak keunikan dari persahabatan shesyi dan muthee. Shesyi keturunan Palembang asli. Itupun kalau aku tidak salah. Shesyi muslim dan berjilbab. Shesyi agak sedikit manja. Karena memang dia anak bungsu. Tak jarang sifat kekanakannnya muncul. Sedangkan Muthee keturunan batak yang telah lama menetap di Palembang. Muthee nasrani dan tentu saja dia tidak memakai jilbab. Muthee sering bicara blak-blakan. Wajar menurutku, karena dia orang batak. Muthee sepertinya bukan anak manja, menurut penilaian ku. Entah benar entah tidak.

Awalnya aku agak heran , bagaimana mereka bisa bersahabat. Kalau dari cerita mereka, mereka telah bersahabat sejak awal semester ketika masuk FK. Mereka terlihat kompak dan saling menghargai satu sama lain. Mereka selalu satu kelompok dalam kegiatan apapun. Sepertinya mereka memegang prinsip:”Dimana ada shesyi disitu ada muthee. Dan dimana ada muthee disitu ada shesyi”.

Mereka bisa terlihat kompak walaupun dengan perbedaan yang ada. Dengan perbedaan keyakinan mereka tetap menghormati satu sama lain. Ketika shesyi mengerjakan shalat, muthee pun menghargai shesyi. Begitu juga jika shesyi yang memang manja mulai muncul kemanjaannya, muthee seperti sudah memahami bagaimana menghadapi shesyi. Dan tak jarang pula jika muthee lagi “kumat” gilanya maka shesyi pun bisa memahaminya.

Tanpa terasa kami menjadi tempat curhat satu sama lain. Shesyi secara blak-blakan mengatakan ketertarikannya kepada salah satu koas dalam kelas kami tersebut. Muthee seperti sangat memahami tentang apa yang dirasakan shesyi.

Salah satu temanku dari jambi, yang sama-sama orang batak juga ingin mengenalkan muthee pada abangnya. Shesyi pun mendukung apa yang dilakukan oleh muthee. Mereka saling mendukung diatas perbedaan masing-masing. Mereka tetap bersahabat diatas perbedaan masing-masing.

Begitu uniknya persahabatan mereka. Begitulah menurutku. Aku hanya dapat tersenyum dan geleng-geleng kepala melihat tingkah polah mereka. Memang begitu seharusnya persahabatan. Bagaimana memahami sahabat satu sama lain. Bukan menuntut persamaan. Karena pada hakikatnya setiap manusia tidak ada yang sama. Dan begitu indah hidup dijalani di atas pebedaan masing-masing.

*to shesyi n muthee : miss u atas kebersamaan kita di Palembang. Atas semua canda dan tawa kita. Atas semua kehebphan kita. Terima kasih telah menjadi guide yang baik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun