Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kontribusi Sistem Pendidikan dari Masa Klasik Sampai dengan Masa Pendudukan Jepang Terhadap Sistem Pendidikan di Indonesia Pada Masa Sekarang

16 April 2013   23:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:05 3216 0


Sistem pendidikan di Indonesia yang kita kenal sekarang ini bukanlah sistem yang dirumuskan dalam waktu satu malam saja. Melainkan sistem yang melalui proses yang sangat panjang bersamaan dengan adanya pendidikan itu sendiri di Nusantara.


Kontribusi Sistem Pendidikan Pada Masa Klasik






Pada pendidikan masa klasik yaitu semenjak adanya komunitas pendidikan dalam skala kecil, dengan identitas tradisi dan kepercayaan rakyat setempat–misalnya pesantren dan padepokan-sampai dengan sebelum terjadinya penjajahan oleh bangsa luar negeri terhadap bangsa Indonesia. Bangsa kita memiliki tradisi pendidikan yang dikelola oleh masyarakat atau komunitas yang dipengaruhi oleh adat istiadat, tradisi, budaya, agama, dan kepercayaannya masing-masing. Zaman kerajaan Hindu telah memunculkan banyak padepokan dengan resi, begawan, dan empu sebagai tokoh pendidikannya dan yang juga dikuatkan oleh karya-karyanya. Padepokan yang didirikan.


Di padepokan tersebut, siswa selain diajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, juga diajarkan pula ilmu-ilmu yang bersifat spiritual religius. Selain itu, mereka harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Setiap padepokan memiliki kekhususan ilmu yang diajarkan, ada padepokan khusus untuk ilmu kanuragaan atau bela diri, padepokan untuk kesusastraan, padepokan khusus ilmu pemerintahan, atau juga mencakup semuanya.Hingga sekarang pun masih dapat dijumpai beberapa padepokan yang berbasiskan pada kekhususan tersebut. Padepokan merupakan salah satu lembaga pendidikan pada masa Hindu sebagai salah satu warisan pada masanya dan masih lestari hingga sekarang.


Zaman kerajaan Islam juga memunculkan banyak pesantren yang konsepnya hampir mirip dengan padepokan pada masa sebelumnya, dengan wali, kiai, dan ustadz, sebagai tokoh pendidikannya dan yang juga dikuatkan oleh karya-karyanya. Pesantren dapat dijumpai di berbagai wilayah Indonesia, akan tetapi dengan sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang sejarah lokal masing-masing daerah. Seperti di Sumatera Barat, pesantren disebut dengan “surau” sementara di Aceh disebut dengan “meunasah”dan “dayah”. Sebutan pesantren atau pondok pesantren pada mulanya hanya berlaku di Jawa, meskipun kini sudah dikenal umum. Intinya pesantren adalah tempat belajar bagi para santri. Pesantren juga disebut “pondok” atau “pondok pesantren”. Singkatnya, kedua sebutan tersebut mengandung arti lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat unsur-unsur “kiai” (pemilik sekaligus guru), “santri” (murid), “masjid” atau “mushalla” (tempat belajar), “asrama” (penginapan santri), dan kitab-kitab Islam (bahan pelajaran).


Selanjutnya “pesantren” lebih dikenal karena lembaga ini memiliki kemampuan bertahan dan mengembangkan diri lebih besar dibandingkan lembaga-lembaga serupa di tempat lain. Sampai sekarang model pendidikan pesantren masih bertahan di tengah-tengah modernisasi pendidikan yang telah ada. Pesantren memiliki kontribusi pada sistem pendidikan sekarang sebagai salah satu dari lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. Kemudian muncul istilah pesantren salafi (pesantren murni, hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja) dan pesantren modern (selain mengajarkan ilmu agama Islam juga mengajarkan ilmu umum dengan menggunakan kurikulum).


Kontribusi Sistem Pendidikan Pada Zaman Penjajah hingga Masa Pendudukan Jepang






Bangsa Barat masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke-16. Kedatangan Bangsa Barat ini, Portugis khususnya membawa misi agama. Untuk tujuan menyebarkan agama inilah kemudian mereka mendirikan sekolah. Mengajarkan rakyat pribumi untuk menjadi pekerja agama. Selain mengajarkan tentang agama, rakyat pribumi juga membaca, menulis, dan berhitung. Bangsa Belanda yang beragama Kristen Protestan sambil berdagang juga menyebarkan agamanya. Konteks penyebaran agama itu menjadi permulaan kebijakan pendidikan kolonial Belanda.


Pada masa pemerintahan Hindia Belanda baik sebelum maupun sesudah Politik Etis terdapat beberapa tingkatan dan jenis pendidikan, antara lain: 1) pendidikan rendah (lagere onderwijs); 2) pendidikan menengah (middlebaar onderwijs) seperti MULO dan AMS; 3) pendidikan tinggi seperti Sekolah Dokter Jawa (STOVIA), Sekolah Tinggi Kedokteran (GHS), Sekolah Tinggi Hukum (RHS), dan Sekolah Tinggi Teknik (THS); 4) sekolah-sekolah kejuruan; dan 5) sekolah guru. Meskipun dengan adanya Politik Etis, pemerintah kolonial Belanda sudah mulai memperbaiki pendidikan bagi rakyat bumiputra, akan tetapi kebijakan pendidikan tersebut masih bersifat diskriminatif.


Pada masa penjajah baik pada masa Portugis hingga Belanda, para penjajah tersebut memperkenalkan sistem pendidikan yang berbeda dari yang sebelumnya. Terutama pada masa kolonial Belanda yang mencolok yaitu tingkatan dan jenis pendidikannya yang hingga sekarang diadopsi sebagai lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.


Pada masa pendudukan Jepang, meskipun pendidikan pada masa tersebut lebih berorientasi kepada perang pasifik, akan tetapi dualisme dalam pendidikan dihapuskan. Pada masa kolonial Belanda sebelumnya dikenal dualisme dalam pendidikan yang artiannya menekankan perbedaan yang tajam anatara pendidikan Belanda dan pendidikan Pribumi. Meskipun pendidikan pada masa pendudukan Jepang sangat memprihatinkan, akan tetapi Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam pendidikan tersebut.


Selain tingkatan dan jenis pendidikan yang diadopsi baik secara kultural dan akibat dari penjajahan, terdapat pula keberadaan Departemen Agama. Dimana keberadaannya dapat dilihat sebagai kelanjutan dan perubahan dari kontruksi kolonial tentang urusan keagamaan yang diletakkan dalam konteks negara.


Ditinjau dari sejarah pendidikan di Indonesia dari masa klasik hingga masa penjajahan, maka Indonesia memiliki beragam lembaga pendidikan baik secara kultural dan hasil adopsi pada masa penjajahan. Sehingga Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dengan kuatnya lembaga pendidikan keagamaan. Sehingga di Indonesia terdapat dua buah mainstream sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan umum yang dipayungi oleh Departemen Pendidikan Nasional dan sistem pendidikan keagamaan yang dipayungi oleh Departemen Agama. Keduanya sama-sama mengelola dan memayungi mulai dari tingkatan dasar sampai dengan perguruan tinggi.




Sumber:


Agung, Leo & T. Suparman. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.


Anonim. 2013. Pesantren. Diakses pada 7 April 2013 darihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren.


Rifa’i, Muhammad. 2011. Sejarah Pendidikan Nasional dari Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


Subhan, Arief. 2012.Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, Pergumulan Antara Modernisasi dan Identitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Droup.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun