Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Kematian Sederhana

7 Maret 2015   21:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:01 52 1

Ciciitt..ciciittt...citt..
Suara burung pipit yang 6 bulan ini sudah kupelihara. Burung liar yang tak sengaja kutemukan  ketika  mencari kayu bakar di hutan, kuberi nama Cicit. Aku tidak peduli dia jantan ataupun betina, toh sama saja.  Awalnya aku kira akan sangat ribut jika aku memeliharanya di rumah, mengingat suaranya yang merdu-merdu cempreng memekakkan telinga. Tapi, setelah  kucoba, tidaklah terlalu mengganggu, suaranya mengisi kekosongan gubuk yang aku tinggali sendiri. Ketika pagi menjelang ia akan menjadi istri yang membangunkanku saat adzan subuh telah berkumandang, ketika siang ia akan menjadi teman ngobrol yang sangat rewel dan ketika malam ia akan menjadi anak yang harus kuberi makan.  Seperti siang ini, kami mengobrol layaknya orang yang sangat akrab. Orang yang lalu terkadang memandangku dengan heran. Dapat kupastikan apa yang mereka pikirkan, tapi biarlah, aku tak terlalu ambil pusing.

Pernah aku bertanya kepada Cicit, bagaimana bisa bertahan hidup dengan bahasa yang tak bisa dimengerti manusia. Lalu Cicit menjawab “ Jika mereka benar-benar menyayangiku, mereka pasti mengerti apa yang kukatakan”. Lama aku termenung dibuatnya, ‘ Jika benar-benar menyayangiku’ kata itu seolah membangkitkan luka lama yang pernah aku rasakan. Aku bertanya lagi “ bagaimana jika mereka meninggalkanmu?”. Cicit pun menjawab “ mereka yang benar-benar menyayangiku takkan pergi meninggalkanku”. Ah, benar. Menyayangi tak mungkin meninggalkan. Pikiranku mulai berkelana ke masa lalu, dimana bersama terasa sangat menyenangkan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun