cerita ini berasal dari rakyat Bengkulu kecamatan Seluma Desa Rawa Indah, Penago Baru, Pasar TAlo dan PAsar Seluma. jarak desa ini dari ibu kota propinsi sekitar 80 KM. hikayat cerita pada tahun 2005 datanglah perusahaan tambang bijih besi dari Hongkong yang berafiliasi dengan pengusaha nasional.
proses demi proses mereka lalui mengeruk kekayaan alam nusantara, janji mereka ketika datang adalah kesejahteraan bagi warga setempat. namun, di tahun 2010 apa yang mereka janjikan tidaklah kejadian. fakta berbalik, pertambangan meninggalkan lubang-lubang seukuran lapangan bola kaki dengan air yang menggenang, sebagai sarang nyamuk dan jentik-jentik.
perusahaan juga melakukan eksploitasi di sepinggir pantai Seluma, mengakibatkan hilangnya matapencariaan warga setempat yakni mencari lokan laut. karena pasir tempat lokan tersebut bersembunyi dibongkar oleh excavator pertambangan.
kepada penulis, Rohaya (38) ibu beranak 3 yang sehari-harinya mencari lokan mengatakan, ketika pertambangan belum masuk ia bersama rekan-rekannya bisa menghasilkan uang Rp 50 ribu per hari dari mencari lokan. namun saat ini lokan tersebut sirna karena pasirnya dibongkar oleh pihak tambang.
hal yang sama juga dirasakan para petani sawit, sawah, dan berladang. perusahaan tambang melakukan penimbunan dibeberapa alur sungai untuk mempermudah penumpukan pasir besi. alhasil, puluhan hektar sawah, dan kebun warga terendam banjir.
perusahaan ini memberikan royalti sebesar Rp 300 juta per tahun kepada Pemda Seluma. sangatlah kecil dibanding sumbangan pajak dari warga desa yang dizhalimi tambang itu sebesar Rp 1.5 milliar per tahun. berulang kali warga meminta kepada Pemda setempat untuk memperingatkan pihak pertambangan (PT. FAmiaterdi NAgara) dan mencabut izin eksploitasi, namun aspirasi warga tersebut dianggap anginĀ lalu.
dari segi perizinan perusahaan ini tidak melibatkan warga setempat secara menyeluruh seperti yang diamanatkan dalam konstitusi di nusantara ini. kerugian warga setempat semakin diperparah ketika jalan utama desa rusak dilalui truck-truck pengangkut pasir besi. tak layak disebut jalan umum, lebih layak disebut tempat penampungan ikan lele. kondisi rakyat di wilayah pertambangan dalam kemiskinan dan keterisoliran tanpa listrik, tanpa jalan aspal, apalagi PDAM.
janji perusahaan akan merekrut pegawai setempat memang ada, tidak kurang dari 10 pekerja saja, itu pun tentunya sebagai pekerja kasar dan security. diutamakan warga yang mau menjual tanahnya untuk kepentingan pertambangan.
menjadi aneh, ketika warga menyatakan penolakan terhadap pihak tambang, pemerintah langsung mencap warga ini sebagai pemebrontak dan rakyat yang tidak mau diatur. apa lacur nasi sudah menjadi bubur, warga kadung kesal karena kebebalan pemimpin mereka.