Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Sang Pendosa

14 September 2011   11:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:58 89 2
Tuhan...

Dengarlah nyanyian hamba dari tepian jalan, diantara serigala berbulu domba, diantara para badut-badut nestapa, diantara desah nafas yang beronani dengan angka-angka, dan diantara si hitam dan putih.

Tuhan...

Tolong dengar nyanyian sumbang si pendosa ini, dalam hitungan masa yang selalu berlari, dalam hitamnya raut wajah dunia metafora, dan dalam senandung luka roman-roman cinta anak manusia. Sungguh hamba telah aniaya, mengabaikan lara hati, mengutamakan puja-puji pada seraut wajah yang mengenakan jubah, sungguh hamba teramat durjana kepada nurani suaramu.

Tuhan...

Hamba ingin memainkan seruling di depan gereja, di samping mushola, di seberang pura dan disisi kiri wihara. Agar nada-nadanya dapat menghibur lara-lara yang terkungkung di dalamnya, sebab kutahu bahwa kau memang satu, lebih dekat dari urat nadiku dan hamba hanya tahu bahwa namamu tetaplah Tuhan.

Jalanan adalah tempat kami yang kesepian, mengenakan jubah-jubah bernama bajingan, dijauhi mimpi-mimpi tentang indahnya surgawi, namun kami masih punya selera hati tuk lusa nanti.

Pemburu-pemburu resah masih tertawa dalam istana, terkadang mereka menjelma bak dewa dalam rumah ibadah, mengangkangi ayat-ayatmu yang terbentang dan memuja-mujamu dalam sebuah buku, lalu menjualnya demi sebuah nama dan harta.

Aghh, itu urusan mereka, hamba hanyalah si pendosa di pinggir jalan yang menanti sang hujan. Agar kelak dapat bersenandung merdu di bawah kamboja, walau neraka tersemat dipakaian lusuh hamba dari mereka-mereka yang merasa mulia.

Cia cia cia wuakaka bla bla bla syalala lalala...

Ampunilah hamba...walau neraka adalah hadiah tuk hamba...

Amin...
¤¤¤¤¤
pinggir trotoar 140911
bvb

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun