" Eh, di! Ngapain lo ngomel sendiri, kesambet lo ya?!
Mardipun terkejut, sebab Parjo tiba-tiba saja menepuk pundaknya yang sama sekali tak kekar dari belakang.
" Busyet dah! Gua kira mbah Jambrong, pake main tepuk tiba-tiba.
" Hahaha asem lo, eh di, kenapa sih lo, lagi bokek?
" Lagi bingung nih Jo, dari dulu hidup gua gini-gini aje, lo ada solusi gak gimana caranya biar cepet dapat duit banyak?
" Ngerampok!
" Enak aje, mana gua berani.
" Ehmmm, nah gua ada ide, tapi kira-kira lo berani kagak jalaninya?
" Apaan coba?
" Lo tau burung hantukan, nah gimana kalo lo cari beberapa ekor burung hantu malam ini, trus kamu bikin sate, bisakan?
" Agh, yang bener lo, trus siapa yang beli?
Parjo hanya menatap sekilas wajah Mardi, sambil sesekali ia pejamkan matanya. Dan terkadang matanyapun nampang menerawang ke atas pohon di samping gardu.
" Gaya lo kayak dukun aja Jo, mikir apaan sih?
" Pokoknya kalo lo pengen kaya instan, lo wajib nurutin saran gua tadi. Lo cari burung hantu sedapatnya, trus lo bikin sate. Mumpung malam belum larut, cepetan!
" Trus jualnya ke siapa?
" Lo cari persimpangan, tuh di bawah pohon asem sono tuhkan sepi, nah lo gelar aja lapak lo di situ. Nanti ada yang datang, lo jual deh dengan harga setinggi-tingginya, misalnya satu tusuk sejuta apa lima juta.
" Gila lo, mana ada sate satu tusuk segitu harganya.
" Mau kaya gak? Pokoknya lo tenang aja, pokoknya ada yang bayar, tapi lo wajib berani menatapnya, jangan kabur!
Tak berapa lama kemudian Mardipun segera mengambil perlengkapan berburunya, sementara Parjo menyiapkan perlengkapan untuk mengolah bumbu satenya. Dua jam kemudian, akhirnya Mardi datang membawa tiga ekor burung hantu yang sudah terikat. Mereka segara membersihkanya dan dicincang untuk dijadikan sate.
" Udah siap Di, gua tunggu di rumah, lo pergi sendirian. Ingat jangan kabur bila ada yang datang!
" Beres bro.
Sementara malam kian merayap, waktu sudah menunjukan pukul satu, cuaca sedikit mendung dengan sunyinya yang semakin menyelimuti seisi kampung yang berjarak lima puluh kilo meter dari kota. Mardi mulai menyusun rapi tusukan sate diatas tempat pembakaran. Nampak tercium aroma khas bumbu racikan ala Parjo. Tiba-tiba saja ada sesosok wanita dengan rambut tergerai menutupi wajahnya menghampiri Mardi. Lelaki itu sedikit memberanikan diri menatapnya dan menyapanya dengan ramah.
" Sa...sa..te..neng?
Wanita itupun hanya mengangguk pelan, Mardi mencoba mengambilkan lima tusuk sate yang sudah siap di makan, lelaki itupun nampak gemetar, jantungnya berdegub kencang ketika tanganya meraih bungkusan yang ia siapkan tuk calon pembelinya.
" Berapa bang...
" Se...sepuluh juta neng...
" Ini...bang...
Mardi segera memberikan bingkusan satenya dengan tangan yang bergetar hebat, ia mencoba mengatur sikapnya seraya menerima gualan uang yang tak tersusun rapi dari tangan sosok wanita itu...
" Kok gemetaran bang....
" I...iya neng...
" Ini uangnya bang...hi hi hi...
Lelaki itupun segera mengambilnya, kemudian ia segera menghitungnya.
" Neng, ko cuma sepuluh rebu...
" Idih... si abang, masasate lima tusuk sepuluh juta, emangnya eyke hantu kaya, eykekan dulunya tukan kredit di kampung sini...hihihihi...
ppp###ppp##ppp#ppppppppipinpip#&%$#+#"