Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Kasih Ibu

5 November 2014   09:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:35 29 0
KASIH IBU

Oleh: Lina Amalina, S.Pd.

Kringgg!!! Bel pulang berbunyi. Semua siswa bersorak riang. Mereka berdoa lalu bersalaman kepada ibu guru. Dengan tertib mereka meninggalkan kelasnya.

Anis berjalan menuju gerbang sekolah. Tiba-tiba Shelly menghampiri Anis.

“Nis, kenapa kamu tidak dijemput ibumu? Tadi pagi pun ibumu tidak mengantarkanmu. Biasanya setiap hari kamu diantar jemput oleh ibumu pakai sepeda. Ada apa denganmu?”  Tanya Shelly.

“Tadi pagi aku kabur Shell. Aku lebih memilih jalan kaki karena malu setiap hari harus naik sepeda. Sementara itu, teman-teman ada yang diantar jemput pakai mobil atau motor. Aku juga ingin seperti mereka. Hidup bahagia. Berlimpahan harta. Tidak seperti aku, hanya anak penjual gorengan. Sekarang, mungkin ibu marah sehingga tidak menjemputku.” Jawab Anis.

Anis perlahan meneteskan air matanya. Ia merenungi nasibnya. Sejak ayahnya meninggal, ibunya berjualan gorengan. Anis hanya tinggal bersama ibunya. Ia tidak mempunyai kakak maupun adik.

“Tidak semua orang bernasib sama, Nis. Walau bagaimana pun ibumu berjuang untuk menyekolahkanmu.” Ujar Shelly sambil mengusap bahu Anis.

“Tapi aku malu, Shell! Kamu bisa bilang begitu karena kamu anak orang kaya. Tidak bisa merasakan apa yang aku alami.”

Anis melepaskan tangan Shelly. Matanya sedikit terbelalak karena iri terhadap nasib Shelly.

Tetttttttttttttt!!!! Bunyi klakson mobil terdengar. Rupanya Shelly telah dijemput ayahnya.

“Nis, ayo ikut aku naik mobil!” Ajak Shelly.

“Tidak usah! Aku jalan kaki saja. Aku juga masih mampu jalan kaki, kok.”

“Baiklah kalau begitu. Aku pulang duluan ya, Nis!”

Shelly pun pergi meninggalkan Anis. Dengan langkah gontai, Anis berjalan menuju rumahnya. Pikirannya kalut.

Setiba di rumahnya, Anis kaget. Jantungnya berdegup kencang. Badannya terkulai lemas. Ia melihat ibunya terbujur kaku. Para tetangga berkumpul seraya membacakan doa-doa.

“Ibu……kenapa Ibu tinggalkan aku??? Jawab,Bu!!!! Kenapa Ibu hanya diam??? Bangun, Bu….Bangun!!!”

Anis mengguncang-guncangkan tubuh ibunya. Tiba-tiba Bu Marni, tetangga sebelah yang sudah seperti saudara sendiri, menghampiri Anis.

“Sabar ya, Nis..tadi ibumu mau menjemputmu ke sekolah naik sepeda. Di perjalanan, ada truk yang menabrak ibumu. Sopir truk itu lari entah kemana.” Ujar bu Marni.

“Apa??? Jadi tadi ibu pergi untuk menjemputku??”

Brukkkkk!!! Tiba-tiba tubuh Anis terjatuh. Ia tak sadarkan diri. Bu Marni segera membawa Anis ke kamar. Sementara itu, jasad ibunya Anis dimasukan ke dalam keranda untuk dimakamkan. Para tetangga pun pergi bersama-sama mengantarkan jasad itu ke makam.

Selama pingsan, Anis sempat bermimpi bertemu dengan ibunya yang berpakaian putih.

“Anis sayang…maafkan Ibu, Nak..Ibu harus pergi meninggalkanmu untuk selamanya. Pesan Ibu, jadilah anak yang baik.. Bu Marni akan merawatmu karena ia sangat sayang padamu.” Ujar Ibu sambil menyeka air mata Anis.

“Maafkan aku, Bu..karena aku, Ibu jadi seperti ini..aku sayang Ibu.”

“Ibu sudah memaafkanmu sebelum kau meminta maaf, Nak..Ibu juga sayang kamu..Selamat tinggal!”

Perlahan Sang Ibu pergi meninggalkan Anis. Ia terbang melayang sambil melambaikan tangannya. Semakin menjauh. Semakin menjauh.

Perlahan mata Anis terbuka. Ia tersadar dari pingsannya.

“Kamu sudah sadar, Nak? Ayo minum dulu!”

Bu Marni memberi Anis segelas air putih. Ternyata bu Marni menjaga dan melantunkan doa-doa selama Anis pingsan.

Anis meneteskan air mata sambil memeluk foto ibunya yang ia ambil dari meja samping tempat tidurnya.

“Jangan bersedih, Sayang…biarkan ibumu tenang di alam sana…sekarang anggap aku ini ibumu..Ibu sayang kamu, Nak.”

Bu Marni memeluk Anis. Sejak itu, Anis dirawat dan dibesarkan oleh bu Marni. Ia hidup bahagia bersama bu Marni.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun