Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Amerika Serikat Pulih, Modal Asing Terkoreksi

4 Juni 2015   10:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:22 89 0

Oleh: Santi Rizkiyanti*)

 

Perekonomian Amerika Serikat (AS) merupakan salah satu tonggak dalam perekonomian gobal, kebijakan-kebijakan yang diambil bank sentral Amerika (The Fed) pun akan memberikan dampak terhadap perekonomian di negara lain, khususnya negara berkembang. Akhir-akhir ini, perekonomian AS sedang mengalami pemulihan, hal ini ditunjukkan dengan kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga. The Fed menetapkan untuk meningkatkan suku bunga acuan yang diperkirakan akan terus dilakukan hingga kuartal ke II dan III tahun ini. Kebijakan tersebut secara langsung memberikan efek domino kepada perekonomian di negara-negara lain. Beberapa dampak yang paling dirasakakan oleh negara-negara lain adalah nilai tukar, kenaikan suku bunga The Fed membawa nilai dolar semakin menguat terhadap mata uang negara-negara lain termasuk Indonesia.

Memasuki tahun 2015 ini, nilai rupiah  menyentuh dikisaran Rp 13.200 per dolar AS. Tidak hanya nilai rupiah yang terdepresiasi, namun beberapa dana asing yang ditanamkan di pasar Indonesia pun bereaksi. Bank Indonesia (BI) mencatat arus modal asing yang keluar dari Indonesia (capital outflow) pada Desember 2014 sebesar Rp 28,4 triliun. Keluarnya arus modal asing tersebut merupakan imbas dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Capital outflow dan depresiasi mata uang juga terjadi di pasar Asia yang lain seperti Malaysia yang disebabkan adanya perubahan kebijakan AS yaitu kenaikan suku bunga The Fed, dan dampak penurunan harga minyak dunia.

Pasar Butuh Stabilitas Keuangan

Capital outfow (dana yang keluar dari pasar keuangan suatu negara) yang terjadi di Indonesia, cukup mengkhawatirkan. Ketakutan akan respon pasar (pasar uang maupun modal) yang berlebihan, diperlukan adanya regulatory agency untuk dapat menstabilkan iklim pasar keuangan dan memastikan tingkat kesehatan perantara keuangan (financial intermediaries).

Dampak dari kebijakan moneter global (yang dilakukan oleh The Fed) membuat sentimen terhadap pergerakan pasar, ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat melemah beberapa hari terakhir, yang disusul dengan aksi ambil untung yang dilakukan oleh para investor. Hal yang cukup wajar jika para investor melakukan sikap spekulasi, karena mereka masih khawatir dengan keadaan perekonomian, baik domestik maupun ekonomi global. Bursa di kawasan Asia pun sebagian besar ikut melemah, mengikuti Wall Street yang ditutup memerah (melemah).

Untung saja melemahnya tingkat IHSG tersebut tidak berkepanjangan sehingga seluruh saham akhirnya mulai menunjukkan sinyal positif dengan penguatan IHSG sebanyak 20,26 poin atau sebanyak 0,37 persen ke level 5.439,83. Berdasarkan data dari RTI (RTI adalah sebuah lembaga nirlaba independen yang memberikan jasa penelitian, pengembangan dan teknis untuk para klien dari kalangan pemerintahan dan komersial di seluruh dunia), investor asing melakukan aksi jual Rp 100 miliar, sedangkan investor domestik melakukan aksi beli Rp 200 miliar, namun dolar AS yang masih menguat terhadap rupiah mambuat pelaku pasar masih cukup ragu sehingga hal ini akan mempengaruhi laju IHSG.

Keadaan yang mengganggu pasar ini tidak dapat diabaikan, para pelaku pasar membutuhkan dorongan dari stabilitator keuangan seperti adanya regulatory agency atau badan pengawas keuangan. Menjaga kepercayaan pelaku pasar terhadap perekonomian adalah hal penting dalam menentukan efisiensi suatu stimulus kebijakan.

Siapa yang Menjaga dan Apa yang Harus Dijaga

Untuk saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencermati pergerakan nilai tukar Rupiah dan dampaknya terhadap sektor jasa keuangan, serta kondisi fundamental makroekonomi domestik. Uji ketahanan (stress test) merupakan salah satu cara OJK untuk memastikan daya tahan sektor jasa keuangan, yang saat ini masih dalam tahap toleransi.

Pentingnya pengawasan dalam sektor keuangan adalah agar segala bentuk kegiatan di sektor keuangan berjalan secara teratur, adil, transparan, dan mampu menciptakan sistem keuangan yang tumbuh secara stabil, serta mampu melindungi konsumen dan masyarakat. Perbaikan regulasi di sektor keuangan juga akan memberikan pertimbangan resiko kepada masyarakat sehingga diperoleh kesejahteraan. Masalah-masalah dalam sistem keuangan yang lain juga akan dapat dikendalikan, terutama informasi asimetris, ataupun moral hazard, yang dapat memberikan instabilitas dalam pasar keuangan.

Informasi asimetris merupakan situasi dimana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat dibandingkan dengan pihak lain, contohnya seorang kreditur yang tidak dapat membedakan antara peminjam yang sehat dengan yang tidak sehat. Moral hazard terjadi setelah transaksi dilakukan dimana  pemberi  pinjaman  berada  dalam  posisi  yang menerima  resiko  atas  usaha  yang  dilakukan  oleh peminjam, hal ini akan mempengaruhi perilaku pemberi pinjaman dalam mengalokasikan dananya (untuk disimpan atau dipinjamkan pada pihak lain).

Kabar pemulihan ekonomi AS dengan adanya capital outflow dari berbagai negara, khususnya negara berkembang, tidak harus dilihat dari sisi negatif. Pasar domestik Indonesia dapat memanfaatkan nilai rupiah yang melemah terhadap dolar dengan meningkatkan kegiatan di sektor ekspor. Kontribusi pemerintah dengan pengusaha Indonesia sangat diperlukan agar kegiatan ekspor benar-benar dapat berjalan dengan optimal, dan memberikan kontribudi besar bagi perekonomian Indonesia.

 

 

*) Santi Rizkiyanti, Mahasiswi Konsentrasi Moneter, Jurusan IESP, Universitas Jember, Angkatan 2012.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun