Hari ini hingga besok [25-26/11], sebayak 25 petani garam Desa Gersik Putih Sumenep berkumpul lagi mengikuti “Pelatihan Pemasaran Berbasis Komunitas”. Wajah-wajah mereka tak lagi terlihat sendu. Sunggingan senyum, wajah berseri, dan canda tawa berbaur dengan semangat optimisme dan penuh harapan. Mereka telah menemukan jalan keluar dari lilitan hidup getir sebagai petani garam selama ini [baca, Cerita Pilu Petani Garam].
Selama dua hari ini, mereka belajar pemasaran. Keterampilan memasarkan sangat dibutuhkan oleh petani garam karena mereka sudah berhasil memproduksi garam beryudium. Saatnya mereka action, berjibaku merebut pasar garam beryudium yang saat ini dikuasai pemilik modal dan perusahaan besar.
Menurut bapak Haris, salah seorang petani garam, ia cukup optimis produksi garam beryudium kelompoknya akan mampu bersaing dengan produksi perusahaan. Salah satu alasannya, bahan produksi garam beryudium petani garam ini adalah garam kualitas premium. Di samping itu, harga di pasaran akan lebih murah ketimbang garam beryudium yang diproduksi perusahaan besar.
Garam yudium ini sepenuhnya dikelola dan diproduksi petani garam. Bahannya juga merupakan hasil pertanian petani garam. Akhirnya sekarang, mereka akan memasarkan hasil produksinya sendiri. Mereka sedang menunggu waktu, karena saat ini mereka sedang mengurus aspek legalitasnya [dari perindustrian/perdagangan dan kesehatan].
Jika para petani garam saat ini bisa tersenyum sangat wajar. Selama ini mereka menjual garam mentah Rp. 500/1 kg, tapi setelah diproduksi menjadi garam yudium, 1 kg bisa dijadikan 5 packing dengan netto 200 mg, yang dijual Rp 700/packing. Jadi, mereka memperoleh laba kotor Rp. 3 ribu/1 kg. bayangkan jika berton-ton.
Saat ini, kelompok petani garam baru memiliki mesin sederhana yang berkapasitas 50 kg/2 jam. Dalam satu hari hanya mampu memproduksi 4 kwintal.Inilah salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh petani garam di saat bersemangat membangun usahanya. Tapi, kecilnya kapasitas mesin yang mereka miliki tak membuat mereka patah arang. Karena saat inilah mereka baru merasakan bahagianya bertani.
Rintisan usaha ini sudah berlangsung selama 10 bulan. Banyak cerita pahit-manis membangun soliditas kelompok. Mereka belajar kewirausahaan, managemen, yodiumisasi, berproduksi, hingga sekarang belajar pemasaran. Sungguh, saya merasakan kebahagiaan melihat orang-orang kecil tersenyum. Salam bangkit.
Matorsakalangkong
Pulau Garam | 25 november 2012