Kemarin sekitar jam 11.15 saudara saya menelpon, mengabarkan bahwa di Sampang terjadi kekusuhan lagi. Menurutnya, dalam rusuh itu sudah ada korban, 1 orang tewas dan beberapa orang luka-luka. Mendapat informasi itu, saya kemudian menghubungi teman saya yang jadi wartawan local. Tapi sayang mereka tidak sedang meliput di sampang. Cuma mereka janji akan ngontak temannya yang ada di Sampang.
Sore hari baru teman saya memberi kabar. Jumlah orang yang meninggal menurut teman saya 2 orang. Yang meninggal semuanya pengikut syi’ah. Beberapa orang terluka serta beberapa rumah dibakar. Sayang teman saya tidak tahu berapa pastinya korban yang terluka dan rumah yang dibakar itu.
Pada peristiwa rusuh sebelumnya [29/12/2011]saya kebetulan di Sampang [baca, Sampang Membara]. Beberapa hari setelah kerusuhan saya bahkan sempat mewawancarai pimpinan syi’ah Tajul Muluk, di GOR, tempat pengikut syi’ah dievakuasi [baca, “Saya Tak Mau Direlokasi]. Kali ini, saya tidak ke sampang. Di samping karena saya dalam proses penyembuhan tangan kiri akibat kecelakaan, jarak Sumenep, kabupaten saya, dengan sampang kurang lebih 100 km.
Tak Mau Belajar
Sekitar jam 21.00 malam ini saya mengikuti perkembangan kasus Sampang dari TV. Kerusuhan Sampang kali ini sepertinya baru menarik perhatian pemerintah pusat. Seperti dilaporkan TVOne, tak kurang Kapolri dan Menteri Agama berkunjung langsung ke Sampang. Presiden bahkan mengadakan rapat khusus menyikapi kasus ini.
Dalam wawancara dengan wartawan, Kapolri menyatakan ada 8 orang pelaku kerusuhan yang sudah ditangkap. Jika benar, berarti polisi bertindak cepat menangkap pelaku kerusuhan.
Kerusuhan yang kesekian kalinya dan menelan korban jiwa ini seharusnya tidak terjadi seandainya Negara tidak bebal. Keengganan belajar dari kerusuhan sebelumnya akhirnya harus dibayar mahal.
Pada kerusuhan akhir bulan Desember 2011 sebenarnya sudah massif. Beberapa bangunan dibakar, dan pengikut syi’ah dievakuasi ke GOR di kota Sampang. Tetapi sayang, sejak pemerintah daerah Sampang, propinsi hingga pusat kurang menganggap serius masalah ini. Akhirnya kali ini kerusuhan pecah lagi dengan jumlah korban dan kerugian materi yang lebih besar.
Ada beberapa kebebalan Negara yang bisa saya catat dari kasus kerusuhan Sampang berdasar kerusuhan tahun lalu.
- Muspida [musyawarah pimpinan daerah] kabupaten Sampang gagal memediasi kelompok yang bertikai. Meski menurut Kepala Bakesbang Sampang, H. Rudi Setiadi SE ketika 2011 saya mewawancarainya, mediasi sudah dilakukan berkali-kali, tapi kata pimpinan Syi’ah Tajul Muluk tak ada mediasi. Saya menduga pemerintah daerah tidak dalam posisi netral ketika memediasi. Pemerintah daerah lebih mengakomudasi kepetingan kelompok yang kontra syi’ah. Seandainya pemerintah daerah lebih netral dan sabar dalam memediasi, mungkin kasus kerusuhan tahun ini tidak terulang.
- Aparat Keamanan tidak tuntas mengusut pelaku pembakaran pada kerusuhan akhir tahun 2011. Hingga saat ini saya belum pernah memperoleh informasi bahwa pelaku kerusahan tahun lalu diadili. Awalnya, memang ada informasi bahwa pelaku kerusuhan tahun lalu sudah ditangkap. Tetapi tiba-tiba isu menguap dan tak ada beritanya lagi. Beda dengan Tajul. Pimpinan syi’ah ini diproses ke meja pengadilan dan sudah divonis 7 tahun akibat menyebarkan faham yang dianggap sesat. Seandainya pihak kepolisian bertindak tegas tahunlalu terhadap pelaku pembakaran, tentu ini akan memberi efek jera bagi pelaku lain.
- Pemprop Jatim saya menilai juga kurang memberi perhatian serius terhadap kasus Sampang ini. Salah satunya bisa dilihat dari pernyataan Wagub Syaifullah Yusuf yang berpendapat bahwa pengikut syi’ah di Sampang akan direlokasi. Peryataan ini justru disampaikan beberapa hari setelah kerusuhan tahun lalu pecah. Tentu saja gagasan relokasi ini ditentang oleh pimpinan syi’ah, Tajul Muluk ketika saya sempat mewawancarainya [baca, "Saya Tak Mau Direlokasi"]
- Kapolda Jatim tidak memantau dengan serius kinerja kapolres Sampang terutama untuk bertindak tegas membekuk pelaku kerusuhan tahun lalu.
- Kemenag dan lembaga keagamaan seperti MUI justru sibuk berfatwa sesat justru di saat suasana masih panas. Lembaga ini sejatinya ikut memfasilitasi dialog kelompok yang bertikai atau mencari jalankeluar untuk mencegak kekerasan terulang lagi.
- Pemerintah pusat hanya senang menerima laporan dari bawah, tanpa melihat langsung kasusnya. Baru setelah ada korban seperti kerusuhan saat ini sigap berkunjung, seperti Kapolri dan Menteri Agama, atau Rapat Kabinet seperti yang dilakukan SBY.
Potensi Konflik Perlu Dibaca Cerdas
Kekerasan hanya melahirkan luka. Kekerasan hanya melahirkan dendam. Satu kekerasan muncul, secepat itu juga kekerasan baru lahir. Itulah siklus kekerasan yang terus terjadi tanpa ujung dan akan mengakibatkan kesengsaraan.
Ke depan, kita berharap kerusuhan dan kekerasan yang sebenarnya bibitnya sudah muncul tahun 2004 ini tidak terulang kembali. Meski potensi konflik dan dampak kerusuhan kemarin tak mudah diurai, karena segalanya harus memulai dari nol, tetapi harapan selalu ada.
Saya berharap Negara cerdas membaca potensi konflik dan mau belajar dari kerusuhan-kerusuhan sebelumnya. Negara harus hadir dan tidak boleh abai terhadap jaminan keselamatan warganya. Setidaknya, pelaku kerusuhan harus segera ditangkap dan diadili. Kasus ini bukan lagi masalah perbedaan keyakinan, tapi sudah tindakan criminal. Dan perlu diseriusi karena Sampang akhir tahun ini akan menyelengaran pemilihan kepala daerah.
Semoga Sampang cepat pulih. Dan kembali bersama tiga kabupaten lain membangun damai di bumi Madura.
Matorsakalangkong
Pulau Garam|27 Agustus 2012