Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Artikel Utama

Wajah RSBI di Daerah Saya

19 Juni 2012   01:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:48 1225 24

Seandainya pagi tadi [jam 06.25] saya tidak nelpon teman saya yang kebetulan menjadi salah seorang anggota Dewan Pendidikan Kabupaten [DPK], pasti saya tidak akan tahu bahwa Rintisan Sekolah Bertar[i]af Internasiol [RSB] itu memberatkan APBD dan juga menyiman banyak masalah. Makin yakin saya, RSBI yang memang sudah banyak yang menolak, kehadirannya makin kontroversial. Penting kemendikbud meseriusi untuk ditutup saja.

Saya menelpon teman saya sebenarnya untuk keperluan mengundangnya dalam acara pelatihan. Ia bilang tidak bisa, karena dalam 1 minggu ini ia bersama anggota DPK lainnya sedang melakukan monitoring di 2 RSBI di [satu SMP, satu SMA] daerah kami. Menurutnya, banyak kabar RSBI dalam menerima siswa baru mengeluarkan kebijakan yang tidak bisa dibenarkan.

Salah satu RSBI, misalnya, atas dasar kesepakatan bersama komite sekolah menentukan SPP perbulan 250 ribu. Belum lagi uang masuknya yang pasti tinggi. Menurut teman saya, DPK sekarang melakukan monitoring apakah benar keputusan itu diambil atas dasar kesepakatan suka rela dengan Komite Sekolah? termasuk DPK juga melakukan monitoring terhadap kemungkinan adanya pungutan dan permainan dalam penerimaan siswa baru.

Saya makin kaget ketika teman saya memberi informasi bahwa RSBI memperoleh dana pendampingan 500 juta dari APBD. Kalau 2 RSBI berarti 1 milyar tiap tahunnya. Belum lagi dana pendampingan dari APBN. Betul, bahwa dana pendampingan APBD untuk –mungkin—RSBI diperoleh dari dana dari perimbangan pusat. Tetapi masalahnya, bukankah hal ini membebani dana 20% untuk pendidikan? Pada hal, di kabupaten saya banyak infra struktur pendidikan yang sampai saat ini masih belum terselesaikan.

Satu lagi, soal anak miskin masuk RSBI. Dalam pidato Bupati seringkali dengan manis mengatakan bahwa RSBI harus menerima 20% anak miskin dari total jumlah siswa baru yang diterima dan dananya akan ditanggung APBD. Faktanya, di satu RSBI dari total 60 bangku yang disediakan untuk siswa miskin, baru ada 15 orang yang mendaftar. Di sini, kata teman saya, kemungkinan RSBI tidak pernah mesosialisasikan bahwa ada hak 20% bagi siswa miskin diterima di RSBI.

Nah, berapa APBD di daerah saya menganggarkan untuk 20% anak miskin yang diterima di RSBI? Pemerintah Daerah menganggarkan 250 juta untuk 60 orang di satu RSBI. Karena ada 2 RSBI, berarti APBD menggarkan 500 juta untuk 120 siswa di tingkat SMP dan SMA.

Nah, berarti dari APBD untuk 2 RSBI di kabupaten saya mengeluarkan 1,5 milyar tiap tahuannya. Satu angka yang sangat fantastis dan gemerlap di saat infrasturktur pendidikan di sekolah-sekolah pinggiran masih banyak yang rusak.

Tentang kualitas RSBI? Saya tidak tahu. Tetapi tahun kemarin [2011] ketika rombongan Bupati melakukan sidak di salah satu RSBI, muridnya ketahuan bawa HP ketika ujian sedang berlangsung [baca: surabayapost.co.id] . Berita itu menjadi HL di media-media lokal. Sementara pada UN tahun ini, siswa SD terpaksa mengikuti UN di bekas kandang ayam, karena tanah lokasi SD masih menjadi sengketa [nuonline].

Dalam pendidikan, memang ada anak singkong dan anak keju[?].

Matorsakalangkong

Sumenep, 19 juni 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun