Namanya Lina, gadis kecil berusia 9 tahun yang saat ini kelas 3 sebuah sekolah dasar. Hidup bersama kedua orang tuanya di rumah pas sebelah barat rumah mertua saya. begitu dekatnya, satu kali tepukan sudah cukup membuat orang di rumah itu menoleh.
Tentu saja sebagai seorang tetangga, saya cukup mengenalnya. Apalagi gadis kecil ini merupakan teman sebaya anak pertama saya. Anak saya sering main bersamanya ketika lagi di rumah mbahnya.
Suatu pagi ketika mau berangkat sekolah, ia membeli sebungkus nasi. Ketika dibuka ia kaget, “lha…ini kan abanya adel…,” teriaknya kepada orang tuanya. Semua tertawa melihat foto saya yang juga sedang tertawa dalam sebuah sobekan majalah. Waduh…rupanya tulisan saya lengkap dengan fotonya ‘menginspirasi’ penjual nasi untuk dijadikan bungkus. Ya..bungkus nasi.
Lina, sang gadis kecil ini, menyerahkan sobekan kertas itu kepada mertua saya. tentu bukan karena tulisannya, tetapi karena ada foto saya. mungkin gadis kecil ini tidak tega melihat saya tertawa tetapi ‘berduka’ karena ditimbuni nasi.
Tadi pagi, sobekan kertas itu diserahkan oleh ibu mertua saya ketika saya baru saja datang ke rumahnya. Sambil tertawa ibu mertua menirukan ucapan Lina ketika melihat saya tak berdaya tertimbun nasi, “lha…ini kan abanya adel….”
Tulisan saya itu dulu dimuat di jurnal Edukasi, jurnal yang dikelola oleh para penulis di kota saya kerjasama dengan Dinas Pendidikan. Jurnal ini sekarang sudah mati, setelah terbit hingga lebih dari 10 edisi.
Menulis di sini honornya lumayan. Kolom yang hanya 3 halaman dihargai 150 ribu. Kalau artikel panjang 10-15 halaman honornya 500 ribu. Jurnal ini disebar secara gratis kepada sekolah SMP/MTs, SMA/MA, PT, dan pondok pesantren di kabupaten saya. Setiap cetak tak kurang 1.000 eksemplar. Jadi hampir seluruh lembaga pendidikan memperoleh kiriman jurnal ini secara gratis, karena semua beaya cetak, honor penulis, honor pengelola ditanggung oleh APBD.
Saya juga bingung, gimana ceritanya kok jurnal itu sampai ke tangan penjual nasi bungkus ya? Tega nian orang itu menimbuni ‘saya’ dengan timbunan nasi. Untung ada Lina, si gadis kecil yang menyelamatkan tulisan saya. Melihat foto saya tertawa dalam tulisan itu mungkin di matanya seperti orang mengiba.
Pengalaman unik, tulisan saya menginspirasi penjual nasi bungkus.
Matorsakalangkong
Sumenep, 23 maret 2012