Anaknya saat ini kelas 5 di sebuah SD di kota saya. Ia memang pantas kesal, karena dalam 1 hari anaknya sering memperoleh 3 PR. PR-nya juga bukan gurunya yang buat, tapi anaknya tinggal di suruh mengerjakan soal yang ada dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang belakangan ini menjadi trend bagi guru yang tak mau repot.
Teman saya ini kadang merasa kasihan melihat anaknya mengerjakan PR. Kadang anaknya jika belum mampu menyelesaikannya seperti tertekan. Tidak tega melihat anak tertekan, bapaknya bilang, “kalau tidak bisa menyelesaikan, bilang saja sama gurunya, akan diselesaikan lain hari saja” tapi anaknya tidak mau. 3 PR pokoknya harus selesai semua. Mungkin anak ini ada perasaan takut, jika PR-nya tidak selesai.
Saya hanya geleng-geleng kepala mendengar curhat teman saya ini. Kasihan sekali anak itu. Ia telah menjadi korban dari system pendidikan model kursus, dimana setiap hari anak-anak dilatih untuk mampu menjawab soal.
Saya tidak membayangkan, anak seusia ini harus mengerjakan PR tiga materi ajar. Belum lagi besoknya ia dihantui lagi oleh PR guru dan materi ajar lain. Bisa dibayangkan, jika setiap hari anak harus meneyerahkan PR, bukankah anak akan mengalami perasaaan tertekan?
PR bukan tidak penting. Tetapi PR harus diberikan secara bijak. Saya tidak bisa memahami, apakah guru di sekolahnya tidak berkomunikasi dengan guru lainnya, sehingga pada hari bersaaan harus ada 3 PR? Bisa dibayangkan, jika setiap hari siswa harus menerima 2-3 PR, bukankah waktunya habis untuk menjawab PR yang diambil dari LKS yang kebanyakan tidak menarik dan menantang siswa?
Alangkah baiknya jika siswa tetap diberikan PR, tetapi PR-nya yang memungkinkan siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang diperolehnya di sekolah dan lingkungan kesehariannya di rumah. Tetapi yang penting untuk dihindari, jangan sampai dalam hari yang bersamaan siswa diberi lebih satu PR. atau PR diberikan setiap hari.
Makanya komunikasi antara guru menjadi penting di sini, dan guru juga dituntut mencari masalah atau soal PR yang menantang siswa. soal yang menantang, pasti akan memikat dan siswa senang melakukannya. Jadi, pertanyaan teman saya di atas, seharusnya tidak perlu terjadi.
Matosakalangkong
Sumenep, 18 maret 2012