La Nyalla Mattalitti saat ini makin popular. Politisi, pengusaha dan aktivis Pemuda Pancasila ini, terpilih sebagai ketua PSSI versi Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI). Terpilihnya La Nyalla sebagai ketua PSSI tandingan membuka drama konflik di tubuh PSSI makin seru, rumit, dan seperti tiada ujung. Tapi maaf saya tidak akan membahas soal ini. Meski saya penggila bola, saya tidak paham soal sepakbola. Saya hanya penikmat tarian pemainnya.
Cuma setiap mendengar makna La Nyalla, sebagai orang Madura saya kadang mesem-mesem. Maklum dalam bahasa Madura juga ada kata yang mirip dengan La Nyalla, yaitu lanyala. Bedanya, kata la dengan nyala terpisah dan diakhir hanya memakai satu huruf “l”.
Tahukah Anda apa maknanya? Lanyala dalam bahasa Madura berarti, mengganggu, iseng, atau selalu cari gara-gara. Misalnya orang Madura ketika sering diganggu sering bilang hei ja’ lako lanyala ra…artinya “hey..jangan sering mengganggu dong..”
La nyala dalam bahasa Madura bukan hanya bermakna gangguan kecil atau sekedar gangguan yang terkait dengan tatakrama atau sopan santun. Lanyala juga digunakan bagi orang yang mengganggu hal-hal yang prinsip dan menjatuhkan harga diri. Misalnya, orang yang suka mengganggu istri orang akan dibilang, oreng ka’dissa lako la nyala ka binini oreng (orang itu sering mengganggu istri orang). Bagi orang Madura, gangguan kepada istri dianggap sebagai aib besar.
Makanya orang tua di Madura sering mengingatkan anaknya ketika hendak bepergian agar tidak lanyala, senga’ nak..ja’ lanyala ka oreng (hati-hati nak, jangan mengganggu orang). Saya pun sering mengatakan seperti ini kepada anak saya. bagi orang tua di Madura, merupakan aib besar jika anaknya distigma sebagai anak yang sering lanyala.
Terus terang saya tidak menafsirkan La Nyalla sebagai ketua PSSI versi KPSI adalah serupa maknanya dengan la nyala dalam bahasa Madura. Saya hanya mesem saja ketika mendengar nama La Nyalla disebut. Cuma ketika mendengar nama itu disebut maknanya menjadi tumpang tindih dengan bahasa la Nyala dalam bahasa Madura. Ya…namanya juga bahasa kadang maknanya demikian subversive.
Matorsakalangkong
Sumenep, 19 maret 2012