Rasulullah Bersabda :
“Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling mulia? Yaitu: Menyambung silaturrahmi (hubungan kekeluargaan dan persaudaraan) dengan orang yang memutus hubungan silaturrahminya denganmu. Memberi kepada orang yang tidak mau atau tidak pernah memberimu. Memaafkan orang yang pernah mendzalimimu atau menganiayamu.” (HR. Al-Hakim)
Suatu malam, saya iseng membaca ulang AULA, majalah PWNU Jawa Timur, yang sudah lama tergeletak begitu saja di langgar. Saat membuka mata saya tertuju pada sebuah Hadits di atas yang luput dari perhatian saya sebelumnya. Seketika saya ciut. Apa yang saya perbuat selama ini kepada sesama? Pamrih.
Ya, saya melakukan sesuatu karena pamrih. Keikhlasan berbagi demikian sulit dilakukan. Tak ada ketulusan. Semuanya perbuatan diukur dengan rumus, “jika saya melakukan, saya utung apa? Jika saya berbuat, saya dapat apa? Kira-kira jika melakukan sesuatu yang dikalkulasi pertama adalah keuntungan yang diperoleh secara subyektif, “UNTUNG APA SAYA’. Atau paling banter saya menunggu sampai orang lain menguntungkan saya. Rumusnya, jika orang lain memberi, baru saya memberi.
Mari kita kaji satu per satu Hadits Nabi di atas :