Meskipun dulu sering berdebat, dan karena keadaan, kami menjadi sering saling menyakiti. Tapi aku tidak pernah punya dendam atau benci terhadapnya. Yang ku tahu setelah dulu 2 tahun lamanya kami saling menghindar, untuk sama sama menata hati, melupakan amarah dan rasa kesal, pada akhirnya kami masih bisa kembali menemukan kedamaian masing masing , berkomunikasi secara normal , meskipun dengan secara tidak sadar kami berdua saling membatasi diri untuk tidak berlebihan dalam bersikap dan berbicara.
Kemarin, nampaknya dia sedang tergesa gesa. Seperti biasa ...aku menyapa nya terlebih dulu. Masih seperti dulu...tawa bahagia selalu terhias di wajahnya yang tidak lagi muda. Kupersilahkan dia untuk duduk bergabung di meja dimana aku sedang menikmati makan siangku. Dia bilang dia sedang menunggu makanan yg sudah dia pesan lewat telefoon setengah jam yang lalu, dan dia tidak keberatan untuk duduk dan ngobrol sebentar denganku.
Dia menolak saat kutawarkan minuman dan menu makan siang untuknya.
Aku menanyakan kabarnya, keadaan dia dan juga keadaan ayahnya. Ekspresi bahagia di wajahnya sempat memudar, kemudian setelah menghela nafas panjang dia mulai menceritakan keadaan ayahnya. Ayahnya yg sudah berusia hampir 93 tahun mulai memiliki perilaku yang 'aneh' menurut dia. Aku bilang aku sangat mengerti situasi seperti itu dan sangat ber empathy kepadanya. Kuceritakan secara singkat , bahwa aku mengenal symtomen semacam itu. Gejala awal demensia tersebut sangat wajar muncul pada kaum lansia seperti ayahnya. Dia bilang kadang dia merasa putus asa dan tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan dengan situasi tersebut. Aku hanya bisa menyarankan, akan lebih baik jika dia banyak mencari informasi lewat sosial media atau buku tentang semua yang berhubungan dengan dementia. Dengan harapan setidaknya dia bisa menerima keadaan ayahnya dan belajar hidup dengan situasi 'baru' tersebut. Karena aku tahu sejak ibunya meninggal 8 tahun yang lalu, dengan berbesar hati dia ingin tinggal dengan ayahnya dan mengurus sendiri keperluan ayahnya.
Sesaat dia nampak gelisah karena makanan yang dia pesan untuk dibawa pulang belum juga datang.
" sabar ya bu...sepuluh menit lagi makanannya siap " pelayan rumah makan berambut keriting itu menjawab dengan ramah, saat dia menanyakan pesanannya.
Dia tersenyum simpul, kembali duduk dihadapanku.
" bagaimana dengan kabarmu sendiri?" Tanyaku pendek.
Dia berusaha menghindar dari tatapan mataku. Dengan sedikit menerawang dia menjawab pertanyaanku dengan suara parau.
" aku baik baik saja...kadang sibuk mengurus cucuku si Jermain "
Matanya nampak berbinar saat dia menyebut nama Jermain...cucu kesayangannya. Aku bisa merasakan kebahagiaannya memiliki Jermain.
" opa sering memarahiku lho...karena kesibukanku aku tidak punya waktu lagi mengurus diriku sendiri....lihat...aku tambah kurus kan? Berat badanku turun hampir 20 kilo "
Aku suka dia mulai terbuka dan bercerita tentang keadaan dirinya. ( opa yang dia maksudkan adalah panggilan untuk ayahnya...karena dia tahu sampai saat inipun aku masih memanggil ayahnya dengan sebutan opa )
" oh ya...lindy sudah dapat apartemen...minggu depan dia dan jermain definitief pindah ke apartemen itu. Aku senang akhirnya dia benar benar putus dengan laki laki tak bertanggung jawab itu "
Aku menganggukan kepala beberapa kali menyetujui pendapatnya tentang Hugo, mantan pacar anak perempuannya. Suaranya terdengar gusar saat menceritakan tentang mantan pacar anak perempuannya.
Dia menghela nafas beberapa kali dan melanjutkan ceritanya.
" aku tahu akan terasa berat buat lindy...sendiri membesarkan jermain, tapi dia tidak punya pilihan lain selain berusaha kuat dan mandiri...karena aku tidak bisa selalu bersamanya...masih ada opa dan andy yang juga membutuhkan dukunganku "
Kami saling bertatapan. Ada sorot kesedihan dimatanya. Aku meraih erat pergelangan tangan kanannya. Aku ingin dia tahu kalau semua akan baik baik saja. Entahlah...aku tidak bisa berkata apa apa. Karena saat itu aku bisa merasakan beban berat dipundaknya.
Perlahan dia menarik tangannya dari genggamanku.
" opa masih suka menanyakanmu...tapi aku tahu kamu juga sibuk dengan keluarga dan pekerjaanmu " lanjutnya . Aku tersenyum merespon perkataannya, aku teringat sosok opa yang dulu diam diam sering menyelipkan uang ke tanganku atau ke kantong jaketku , setiap kali aku datang menemuinya. Opa selalu berpesan dengan sedikit berbisik agar aku tak memberi tahu siapapun tentang uang pemberiannya.
Pelayan berambut keriting itu tiba tiba datang ke arah meja kami dan menyodorkan makanan pesanan dia.
" terimakasih..." kami berdua spontan berterimakasih pada pelayan rumah makan itu, dan dijawab dengan senyum ramahnya.
" ok sayang aku harus cepat cepat pulang...opa pasti sudah kelaparan " dia berkata seraya beranjak berdiri. Kami berdua sama sama berdiri. Dia meraih pundakku dalam pelukannya. Sesaat kami saling berpelukan erat. Tidak ada sepatah katapun yang terucap. Sungguh tiba tiba aku merasakan sesuatu yang kuat ...kesedihan...ya kesedihan yang dalam. Diam diam aku menangis...mataku berkaca kaca. Ingatanku kembali ke masa itu...masa dimana aku pernah menjadi bagian dari keluarganya...masa dimana aku juga pernah memiliki kenangan manis bersama mereka. Meski akhirnya aku dan andy, anak laki lakinya memutuskan untuk menyudahi pernikahan kami dengan perceraian, karena satu dan lain hal yang tidak perlu kuingat lagi.
Kami melepaskan pelukan kami. Dia memeriksa barang barangnya sebelum benar benar beranjak pergi.
" sampaikan salamku buat suami dan anakmu ya " dia berkata seraya tersenyum. Aku menganggukan kepala meresponnya.
Sesaat aku kembali menarik pergelangan tangannya. Kami bertatapan lagi. " mama jaga diri ya..jangan abaikan kesehatanmu sendiri " kataku seraya melepaskan genggamanku. Kulihat kedua bola matanya berkaca kaca. Beberapa kali dia menundukan wajahnya, menyembunyikan rasa gundahnya, seolah olah sibuk dengan barang barang bawaannya.
Dia tersenyum menganggukan kepala.
" makasih sayang aku akan selalu menjaga kesehatanku...maafkan anakku andy ya... karena kebodohannya dulu, dia sering mengabaikanmu "
Dia meraihku lagi dalam pelukannya. Mata kami berkaca kaca...sama sama menahan tangis. Aku mengangukan kepalaku berkali kali dalam pelukannya. Aku ingin meyakinkannya bahwa aku sudah melupakan semuanya dan berharap dia dan andy akan baik baik saja.
" selamanya kamu tetap anak perempuanku, meskipun kau dan andy tidak bersama lagi "
Itu kalimat terakhir yang masih terngiang ngiang ditelingaku, sebelum dia benar benar beranjak pergi meninggalkanku yang duduk termanggu di rumah makan siang itu.
Cepat cepat kuseka sisa sisa airmata di ujung kedua mataku. Aku tahu beberapa mata dari mereka yang juga sedang menikmati makan siang, mengarah ke arahku, tapi aku tidak perduli....Dadaku terasa sesak. Hatiku terasa tak menentu. Aku iba melihat keadaan wanita itu. Dia pasti sedang menanggung beban berat dipundaknya. Ayahnya yang sering sakit karena usia nya yang semakin menua, anak perempuannya yang baru saja berpisah dengan pacarnya, yang tidak mau bertanggung jawab atas anak mereka yang masih kecil, anak laki lakinya yang tidak pernah bisa lepas dari minuman keras , sementara dia....memutuskan untuk selamanya tidak menikah lagi karena pengalaman pahit bersama 2 suaminya dulu, yang keduanya sama sama mengakhiri hidup mereka dengan suicide.
Kuhela nafas dalam dalam, meringankan rasa sesak didadaku.
Beep...beepppp....nada dering whatsapp di handphone ku berbunyi. Sekilas kubaca isi pesan yang ternyata dari dennis suamiku : ' selai kacang buat delano habis...bisa kau mampir sebentar ke supermarket untuk membelinya? Thanks'
Bergegas kurapikan barang bawaanku dan menuju kassa untuk membayar makan siangku.
Aku melangkah ringan keluar dari rumah makan. Entah kenapa aku tersenyum senyum sendiri...saat berjalan menuju supermarket. Mungkin karena pikiranku seketika hanya tertuju kepada anak laki lakiku Delano dan suamiku dennis. Mereka berdua penggembira hatiku, penyemangat hidupku yang sesungguhnya.
Aku pernah sangat mencintai orang orang yang dulu ada dalam masa laluku, dan semuanya sudah selesai sejak sembilan tahu yang lalu. Dan sekarang setelah pertemuanku dengan wanita itu...wanita yang pernah menjadi ibu mertuaku, sungguh aku ber empati dengan keadaannya saat ini. Tak ada yang bisa kulakukan selain hanya diam diam mendoakannya dalam hati agar Tuhan sentiasa melindungi mereka, seperti halnya Tuhan melindungi keluarga kecilku, ameeen.
Things end...
People change....
But you know what...
life goes on...
Kruisstraat, Eindhoven 26 juli 2019.