Masih pantaskah kita menyandang julukan sebagai negara agraris? dimana kentang dan gula pasir menjadi komoditi impor terbesar dari negara ini, negara agraris yang lahan - lahan pertanian berubah menjadi mol-mol bertingkat dan perkebunan sawit yang hasil kebunnnya menjadi hak milik tuan yang berwajah asing.Belum lagi perampokan lahan-lahan pribumi dan sengketa tanah agraria kita yang seolah pemerintah negeri pertanian tidak pro kepada jati diri bangsannya, dengan menutup mata dan menyerahkan sengketa ke hukum yang berlaku di negara ini. Ya Hukum Negara ini, yang kita ketahui bersama kedudukannya.
Masih pantaskah adik-adik di sekolah kita di beri pengetahuan tentang negara agraris dimana para petani-petaninnya tersandera oleh keharusan bayar sewa kepada pemilik lahan yang bukan sebangsanya? harus sampai kapan kita mencekoki pikiran generasi-generasi penerus ini dengan kebohongan kalau negara ini adalah negara agraris.
Apa karna kita adalah negeri dengan garis pantai terpanjang di dunia? yang hasil lautnnya menjadi komoditi ekspor favorit, sedangkan ampas pengelolaanya menjadi santapan para pribumi? Saya memang berasal dari negeri yang tak masuk akal. Negeri dengan tanah yang subur namun sama sekali tidak mampu menyejahterakan rakyatnya. Negara agraris yang bahkan lulusan Institut Pertaniannya lebih suka jadi wartawan daripada jadi petani, negeri bergaris pantai terpanjang di dunia program eksplorasi pantai baru dicanangkan beberapa hari lalu……negeri yang lautannya membentang di sana sini namun seumur-umur teman-teman saya yang bapaknya nelayan saja tidak tertarik untuk juga menjadi nelayan. Negeri yang hukum dan keadilan bisa disesuaikan dengan kalimat “Damai aja ya pak,”
Saya jadi sedikit merasa malu kalau negeri ini masih menyandang julukan Agraris, tak ada pencapaian luar biasa dari pengembangan lahan pertanian kita, bahkan ruang kerja pejuang-pejuang pertanian menjadi semakin sedikit karna alasan yang saya sudah utarakan di atas. Julukan yang bertolak belakang dengan keadaan iklim pertanian kita di masa sekarang. Lalu apakah masih pantas Indonesia di sebut Negara Agraris?