Setelah krisis Asia mulai berlalu dan Indonesia terseok-seok berusaha mencapai pertumbuhan diatas 5% sejak mulai tahun 2000-an, krisis subprime mortgage menghantam dunia. Indonesia bangga karena bisa selamat dari krisis dan dapat bertahan dengan pertumbuhan positip sedikit dibawah 5%. Dengan dorongan sektor konsumsi yang cukip kuat, ekonomi Indonesia melaju dengan rata2 diatas 6% sampai menjelang keluarnya issue tapering oleh  US Federal Reserve Bank.
Meskipun kesulitan ekonomi yang kita hadapi memang nyata dan perlu adanya extra waspada dalam menyikapinya tapi pernyataan para penguasa Republik ini, Â condong memandang remeh apa yang terjadi. Instead of mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menghadapi ketidak-pastian kedepan, ujug ujug malah memberikan pendapat bahwa kondisi kita lebih baik dari India dan beberapa negara lain. Beberapa data diperlihatkan bahwa kita tidak usah khawatir bahwa data makro ekonomi kita bagus dsbnya. Sayangnya fakta sampai hari ini nilai tukar masih bertengger disekitar 12.000, deficit neraca perdagangan masih relatif besar.
Dalam beberapa minggu ini, setiap saya menghadiri seminar seminar, beberapa petinggi dibidang ekonomi dan keuangan Republik ini mulai ngecap tentang ketahanan ekonomi Indonesia. Beberapa ekonom dan investment bank dari luar negeri mulai menyanyikan lagu-lagu pujian terhadap prospek ekonomi Indonesia. Beberapa menteri terkait, hidungnya mulai kembang kempis mendengarkan pujian tersebut. Padahal, apa sih susahnya melagukan dendang pujian, toh kalau prediksi mereka keliru, dengan gampang mereka memberikan alasan dan balik mencemooh kita.
Hemat saya, sebaiknya kita bersikap biasa saja terhadap puji-pujian itu. Tunjukkan kerja keras dan jangan mau menjadi keranjang sampah puji-pujian. Jangan mau digombalin para analis asing atau lembaga asing, yang punya agenda tersembunyi dibalik pujian tersebut. Kerja keras dan bersungguh-sungguh agar kita tidak terpuruk terus dibumi tanpa sempat berwisata kebulan seperti bangsa bangsa lain di dunia. Salam.