Pola korupsi di dunia pendidikan kita yang berbaju sistematik-formal seperti itu dan memang telah banyak disampaikan oleh beberapa pemerhati pendidikan di media merupakan bentuk kejahatan "kerah putih" yang sungguh sungguh bergerak secara "biologis", menjalar, menggerogoti, dan akhirnya memberangus nilai nilai asasi filosofi pendidikan kita yang dulu dengan susah payah ditanamkan oleh para pendahulu kita seperti Ki Hadjar Dewantoro, Ki Ronngowarsito, KH Achmad Dahlan, KH Wachid Hasyim, dan para sesepuh bangsa lainnya.
Terkait pelaku korupsi di sekolah, ada satu hal yang menyesakkan dada ketika kita juga mendengar bahwa oknum gurupun ternyata ikut terjebak dalam pola korupsi di sekolah meski dari segi bentuk sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Kepala Sekolah. Saat usai kenaikan kelas, misalnya kita sering merasa prihatin ketika mendengar berita bahwa si guru ini si guru itu dengan bahasa isyarat meminta hadiah kepada orang tua siswa yang konon bisa naik kelas berkat "jasa" tangan dinginnya. Subhanallah. Sebagai pelaku teknis penanaman nilai nilai filsafat pendidikan yang langsung berinteraksi dengan siswa , perilaku meminta "hadiah" kepada orang tua siswa semacam itu tentu sangat mengangkangi komitmen dan etika profesi yang mestinya dijunjungtinggi dan menjadi panglima mereka dalam bersikap dan berperilaku di hadapan publik. Jadi, dalam konteks korupsi di sekolah, kiranya tidak fair jika oknum Kepala Sekolah dan Komite Sekolah selalu diposisikan sebagai aktor utama budaya korupsi di sekolah .
Menyikapi kondisi yang sudah sangat menggurita semacam itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentu harus semakin intensif membangun pola pendidikan anti korupsi yang bukan saja mampu mengurangi intensitas tindakan korupsi di sekolah tetapi hendaknya mampu pula menginternalisasikan nilai nilai anti korupsi seperti kejujuran, kebersihan, tanggungjawab, kepercayaan, dan semacamnya kepada para siswa selaku generasi pengganti. Maaf, saya tidak suka menyebut siswa sebagai generasi penerus karena makna "penerus" berbeda signifikan dengan makna "pengganti" ketika fenomena akhlak generasi tua kita saat ini begitu memilukan hati. Kemdikbud kedepan harus lebih berkomitmen untuk membangun iklim dan mekanisme pendidikan yang benar benar steril dari segala bentuk tipikor. Melakukan koordinasi dengan KPK dalam upaya mendisain format Pendidikan Anti Korupsi sunguguh perlu semakin dibentukkan secara riil dan operasional. Salah satu misi Pendidikan anti korupsi misalnya ialah mampu membuat kepala sekolah, guru, dan siswa mengenal lebih dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi yang akan diterima kalau melakukan korupsi. Dengan begitu, akan tercipta generasi yang sadar dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan tahu akan sanksi yang akan diterima jika melakukan korupsi. Masyarakat tentu harus ikut mengawasi sekolah, sehingga, masyarakat akan mengawasi setiap tindak korupsi yang terjadi di sekolah dan secara bersama memberikan sanksi moral bagi koruptor sekolah. Gerakan bersama anti korupsi ini akan memberikan tekanan bagi penegak hukum dan dukungan moral bagi KPK sehingga lebih bersemangat dalam menjalankan tugasnya.
Tidak hanya itu, pendidikan anti korupsi yang dilaksanakan secara sistemik di semua tingkat institusi pendidikan, diharapkan akan memperbaiki pola pikir bangsa tentang korupsi.. Selamat bekerja Kemendikbud dan KPK demi bangsa.