Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Samakah Hukuman pada Pendidikan dengan Bullying???

23 Februari 2015   06:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:41 116 0
Sebelum jauh membicarakan tema di atas, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu bullying?. Menurut psikolog Andrew Mellor, bullying adalah pengalaman yang terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan ia takut apabila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi sedangkan korban merasa tidak berdaya untuk mencegahnya.


Jumlah kasus bullying di indonesia pun begitu hebatnya, "Menurut KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), saat ini- kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (republika, rabu 15 oktober 2014)"


Dan entah masih berlaku di sekolahan-sekolahan saat ini atau tidak, metode pemberian hukuman oleh seorang pendidik kepada anak didik yang "nakal", tidak mengerjakan tugas, dan sejenisnya. Seperti waktu penulis dulu jika tidak hafal materi yang ditugaskan oleh guru saat masih di sekolah dasar, maka penulis akan dipares atau dihukum berdiri di depan kelas sampai hafal atau pelajaran selesai. Dan untuk kenakalan yang bersifat melanggar peraturan sekolah, bisa-bisa dikenai hukuman yang bersifat agak keras, seperti dicubit sampai memar, dijewer, ditampar dan lain sebagainya yang lebih berat lagi.

Sedangkan dalam ilmu pendidikan, hukuman itu termasuk alat pendidikan represif yang bertujuan menyadarkan anak didik agar melakukan hal-hal yang baik dan sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

Dan di era yang serba manja kini, semua-semua diprotes, dipertanyakan, dituntut dan dilaporkan. Bahkan “penjeweran” dalam pendidikan pun, dilaporkan dengan tuduhan kekerasan (dan menurut cak nun [ainun najib], penyebutan kekerasan itu tidak atau kurang tepat, yang benar adalah kekejaman). Hasilnya, tanpa pandang bulu guru yang “menjewer” (baca: memberikan hukuman) anak didiknya, entah dengan niatan mendidik atau semata meluapkan emosi dan amarahnya, dituntut semuanya (lalu, di pojok warung kopi seorang kakek nyeletuk “mau bermental kuat dari mana anak-anak kalian? Yang ada malah jadi lembek” ).

Menurut pendapat imam ghozali, karena pendidikan ibarat dokter, jika dokter dilarang mengobati orang sakit dengan suatu pengobatan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya. Maka demikian halnya dengan pendidik, ia tidak boleh menyelesaikan permasalahan anak dengan mencemooh dan mencela. Sebab hal ini dapat mengakibatkan bertambahnya penyimpangan dan kenakalanya. Sinkat kata imam ghozali sendiri tidak setuju akan adanya bullying dalam pendidikan oleh pendidik bagaimanapun bentuknya.

Sedangkan menurut Ibnu Sina, bila seorang pendidik terpaksa harus menghukum anak didiknya, maka Ibnu Sina berpendapat bahwa hukuman itu dilakukan jika keadaan memaksa dan pukulan tidak digunakan kecuali sesudah diberi peringatan, ancaman, dan mediator (perantara) untuk memberi nasehat.

Dan menurut pendapat Abu Hasan Al-Qabisyi Al-Qairuwany beliau berkata: para pendidik hendaknya tidak memukul anak didiknya lebih dari sepuluh kali, dan sebaiknya hanya tiga kali pukulan. Pukulan lebih dari tiga kali pukulan didasarkan atas kadar dan kemampuan anak. Yang penting, hendaknya hukuman dengan pukulan itu dapat menimbulkan nestapa atau jera dari      perbuatan yang negatif. Menghukum anak tidak dibenarkan jika didasarkan atas kemarahan.

Kesimpulannya, hukuman ini merupakan cara yang paling ahir yang dilakukan sekolah atau lembaga pendidikan terhadap anak didik. Demi kebaiakan anak didik itu sendiri, bukannya emosi si pendidik itu semata. Dan tidak over dalam memberikan hukuman, dan jika pemberian hukuman bisa dihindari kenapa tidak dihindari saja?

jadi secara kasat mata bullying dan pemberian hukuman itu hamper sama, yakni dalam hal kekerasannya. Akan tetapi dari evek yang ditimbulkannya jelas berbeda, yang satu negative dan yang satunya positive.

daftar bacaan:

Drs. Moch. ishom achmadi ZE. 2007. "kaifa nurabbi abnaa'ana", yogyakarta: SJ Press

republika, rabu 15 oktober 2014

www.kpai.go.id

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun