Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kader Gerakan Pemuda Ansor/GP Ansor “Mempunyai Peranan Penting Dalam Melestarikan Karakter Kebangsaan”

27 Juni 2012   03:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29 654 0

A.Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup sendiri tanpa melakukan interaksi dengan individu lainnya. Pada hakikatnya setiap individu tidak ada yang sempurna, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan tersebut akan terpenuhi manakala melakukan interaksi sosial.

Dalam melakukan interaksi sosial, seluruh anggota masyarakat menciptakan suatu sistem nilai dan norma. Sistem nilai dan norma tersebut berfungsi sebagai acuan/pedoman dalam melakukan segala aktivitas di masyarakat. Begitu juga dengan para kader Nahdlatul Ulama (NU) yang mana tanpa adanya norma, para kader NU cenderung melakukan peran sosial semaunya sendiri. Hal tersebut akan berdampak timbulnya ketidakseimbangan sosial. Sistem norma yang telah ada tidak serta merta akan membentuk para kader yang tertib, seimbang dan harmonis. Namun untuk itu diperlukan adanya “kesadaran sosial bagi seluruh anggota Kader Nahdlatul Ulama (NU)”. Dalam hal ini para kader Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor).

Gerakan Pemuda Ansor(GP Ansor) adalah sebuahorganisasikemasyaratan pemuda diIndonesia, yang berafiliasi denganNahdlatul Ulama(NU). Organisasi ini didirikan pada tanggal24 April1934. GP Ansor juga mengelolaBarisan Ansor Serbaguna(Banser). GP Ansor merupakan salah satu organisasi terbesar dan memiliki jaringan terluas di Indonesia, dimana memiliki akar hingga tingkatdesa.

Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan epos kepahlawanan. GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca-Sumpah Pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan. Karenanya, kisah Laskar Hizbullah, Barisan Kepanduan Ansor, dan Barisan Ansor Serbaguna sebagai bentuk perjuangan Ansor nyaris melegenda. Terutama, saat perjuangan fisik melawan penjajahan dan penumpasan G30S, peran Ansor sangat menonjol.

Ansor dilahirkan darirahimNahdlatul Ulama (NU) dari situasi ‘’konflik'’ internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antaratokohtradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikanIslam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KHAbdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam. Dalam hal ini, organisasi kepemudaan islam yang berkarakter.

Pembangunan karakter (character building) semakin menemukan momentumnya belakangan ini, bahkan menjadi salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan Nasional. “Upaya ke arah pembangunan karakter tersebut dilandasi oleh kondisi karakter manusia umumnya dewasa ini, sejak dari level internasional sampai kepada tingkat personal individual, khususnya bangsa kita, kelihatan mengalami berbagai disorientasi dan kemerosotan[1]. Karena itu, harapan dan seruan dari berbagai kalangan masyarakat kita dalam beberapa tahun terakhir untuk pembangunan kembali watak atau karakter melalui pendidikan karakter menjadi semakin meningkat dan nyaring. Karena itu, kebijakan Mendiknas mengutamakan pendidikan karakter dapat menjadi momentum penting dalam konteks ini di tanah air kita.

Sekarang ini dari hari ke hari kita menyaksikan semakin meningkatnya penyimpangan moral dan akhlak pada berbagai kalangan masyarakat, termasuk di dalamnya para kader GP Ansor. Serbuan globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan nilai-nilai dan norma-norma agama, sosial-budaya nasional dan lokal Indonesia telah menggiring mereka (Kader GP Ansor) memiliki gaya hidup hedonistik, materialistik sebagaimana banyak ditayangkan dalam telenovela dan sinetron pada berbagai saluran TV Indonesia. Ada kecenderungan, Kader GP Ansor tidak mampu melawan arus “gaya” yang menempel bersama modernisasi ini. Akibatnya, tidak heran kita menyaksikan banyak sesama organisasi kepemudaan yang terlibat dalam tawuran, kekerasan senior atas yunior, penggunaan obat-obat terlarang, tindakan asusila, dan bentuk-bentuk tindakan kriminal lainnya. Celakanya, berbagai bentuk pelanggaran itu dengan segera dan instan menyebar melalui media komunikasi instan pula seperti internet, HP, dan semacamnya.

B.Pengertian Karakter “Charakter”

Karakter berasal dari kata Yunani charaktêr yang mengacu kepada suatu tanda yang terpatri pada sisi sebuah koin. Karakter menurut Kalidjernih lazim dipahami sebagai kualitas-kualitas moral yang awet yang terdapat atau tidak terdapat pada setiap individu yang terekspresikan melalui pola-pola perilaku atau tindakan yang dapat dievaluasi dalam berbagai situasi. “Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain”[2]. Disebut watak jika telah berlangsung dan melekat pada diri seseorang.

Secara psikologis dan socio-cultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi social kultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan socio-cultural tersebut dapat dikelompokkan dalam olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development).

Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan menghasilkan karakter jujur dan bertanggung jawab. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif menghasilkan pribadi cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas menghasilkan sikap bersih, sehat, dan menarik. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan menghasilkan kepedulian dan kreatifitas.

Bagi suatu bangsa, karakter adalah nilai-nilai keutamaan yang melekat pada setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai personalitas dan identitas kolektif bangsa. Karakter berfungsi sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan cita-cita kebangsaannya dan menampilkan keunggulan-keunggulan komparatif, kompetitif, dan dinamis di antara bangsa-bangsa lain. Manusia Indonesia yang berkarakter kuat adalah manusia yang memiliki sifat-sifat: religious, moderat, cerdas, dan mandiri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun