Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Sejarah Ada di Halaman Belakang Rumah*

27 Desember 2011   14:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:41 394 1

Jika kita mendengar kata mumi ingatan kita langsung mengarah kepada Bangsa Mesir. Mumi adalah sebuah mayat yang terawetkan dalam kurun waktu hingga ribuan tahun, hal ini dapat terjadi dikarenakan perlindungan dari dekomposisi oleh cara alami atau buatan, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Bangsa Mesir kuno mengenal proses pengawetan jenazah dengan cara memberikan cairan khusus kedalam tubuh mayat dan melapisinya dengan bahan pembungkus berupa linen. Proses Ini dilakukan dengan menaruh tubuh mayat tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin denganketiadaan oksigen atau menggunakan tambahan bahan kimiawi.

Para ahli arkeologi mempelajari temuan benda sejarah ini untuk menguak misteri peradaban dimasa lalu. Seperti itulah cara Bangsa Mesir kuno mengawetkan sejarah nenek moyang mereka dengan menggunakan tekhnologi sederhana ketika itu. Bangsayang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah masa lalunya. Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, begitulah kata Sang Proklamator republik ini.

Masih ingat didalam ingatan kita kejadian Gempabumi dan Tsunami yang menerjang pesisir barat ujung Pulau Sumatera begitu membekas hingga saat ini. Gempabumi dan Tsunami 26 Desember 2004, seolah-olah menampar muka bangsa ini dengan menyadarkan kita bahwa kita memang benar-benar hidup diatas jantungnya dunia. Suka atau tidak kita harus menerima bentangan nusantara ini dengan segala bentukan alam yang lahir dari proses geologi. Kehadiran bencana yang selalu meminta banyak korban jiwa dan menghancurkan harta benda serta meninggalkan kesedihan dan trauma yang mendalam bagi korban yang selamat. Itulah rekaman peristiwa maha dahsyat yang terjadi dipenghujung tahun 2004.

Potret bencana alam Gempabumi dan Tsunami diberbagai lokasi menunjukan kelompok rentan memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah setempat. Rentan dapat diartikan sebagai kondisi yang dapat menurunkankemampuan seseorang untuk dapat bertahan dan selamat dari ancaman. Kejadian bencana banyak meminta korban dari anak-anak usia sekolah. Kondisi ini terjadi karena karakteristik wilayah dengan tingkat kerentanan fisik yang tinggi disertai dengan pengetahuan yang rendah dalam mengenal ancaman diwilayah yang mereka tempati. Belajar dari pengalaman gempabumi dan tsunami 2004 menunjukan informasi tentang pengetahuan bencana dirasakan masih sangat kurang.

Tingkat pendidikan pada suatu masyarakat mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap bencana alam. Pengetahuan dapat merubah paradigma bencana yang ada dimasyarakat, cara pandang masyarakat terhadap bencana alam dipandang cendrung menganggap bencana semata-mata adalah takdir yang tak terhindarkan. Konstruksi berfikir seperti ini umum kita temukan diwilayah rawan bencana di Indonesia. Sebenarnya bangsa ini memiliki kunci untuk membukakan ketidaktahuan masyarakat dalam memahami potensi dan ancaman diwilayah yang rentan bencana.

Melalui pengetahuan diharapkan dapat meningkatkan kemampuandalam mengantisipasi ancaman bencana. Pengetahuan yang dimaksud adalah informasi kejadian bencana alam yang telah terjadi dimasa lampau tersimpan dalam kurun waktu yang lama dan terawetkan secara alamiah dengan bantuan proses alam sebagai pembungkusnya. Hal ini sama persis seperti cerita tentang mumi yang diawetkan oleh Bangsa Mesir kuno.

Kalau para arkeolog di Mesir mencari tahu dari tubuh mumi yang terawetkanuntuk menggali informasi apa yang terjadi di masa lampau, hal ini juga berlaku di Indonesia namun dengan mumi yang berbeda. Tidak selamanya Gempabumi dan Tsunami meninggalkan kesedihan dan duka disuatu wilayah, banyak yang bisa kita pelajari dari rekaman kejadian alam yang terjadi dimasalampau yang mampu memberikan arti tentang potensi ancaman tersebut bisa terulang di waktu yang akan datang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun