Di situs itu tertulis bahwa cara Belanda menangani masalah integrasi migran asing agresif dan rasistis terutama terhadap migran asal Turki. “Orang Turki dihadapkan dengan diskriminasi, islamofobia, rasisme, dan ini tidak bisa kita terima”. Demikian bunyi pernyataan di situs Kemenlu Turki.
Pemerintah Belanda pun merasa jengkel. Wakil perdana menteri Belanda, Lodewijk Asscher, mengatakan bahwa pernyataan itu, kalau memang benar adanya, tidak berdasarkan informasi yang benar, tidak betul, tidak pantas.
Dalam pembicaraannya dengan menlu Turki, menlu Belanda Koenders juga mengatakan, “mencampuri langsung urusan negara asing adalah tindakan yang tidak pantas dalam sebuah perdebatan demokrasi”.
Menurut Koenders, dalam pembicaraan telpon itu menlu Turki Cavusoglu menggarisbawahi pentingnya integrasi warga Belanda asal Turki dan belajar bahasa Belanda. “Ia menyatakan keprihatinannya terhadap berbagai reaksi belakangan ini di kalangan masyarakat Belanda, antara lain sehubungan dengan angket Motivaction.”
Menurut hasil angket tersebut, 87 persen remaja Belanda asal Turki menyetujui adanya kelompok jihad yang membawa perubahan di kawasan Arab. Menurut angket tersebut pula, banyak remaja asal Turki yang mendukung Negara Islam (IS).
Penelitian terhadap organisasi-organisasi Turki di Belanda yang mau dilaksanakan menteri Asscher juga menyulut kejengkelan Turki. Tujuan penelitian Asscher itu adalah untuk mengetahui apakah organisasi-organisasi orang Turki di Belanda tidak menjadi penghambat proses integrasi migran Turki di Belanda.
Koenders dan Cavusoglu sepakat untuk berbicara lagi guna membahas masalah tersebut.