32 tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi sebuah bangsadi bawah tekanan penguasa otoriter. Indonesia mengalami masa itu, dimana kondisi sosial-politik sangat tidak menggairahkan. Keadaan sosial-politik yang tidak memberikan ruang sedikitpun bagi individu untuk berpendapat, penuh dengan kecamuk kekerasan dan etalase kekuasaan yang megah. Bagi sebagian orang, sebuah keadaan sosial-politik yang demikian sangat begitu menakutkan, tapi di sisi yang lain, justeru dengan ketakutan-ketakutan yang mencekam itulah, gagasan-gagasan radikal yang bertentangan hadir. Kemudian digoreskan dalam bentuk tulisan di media. Setidaknya itulah yang dialami oleh Bur Rasuanto.