Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Bab 12: Sahabat Baru (I Always Need You)

11 Juli 2012   22:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:03 143 0
Hard time don’t last forever

but true friends do…

I’ll always be there

for anything you need…

Even it’s just someone to listen…


Sudah sebulan aku tinggal di pesantren ini. Porseka yang melelahkan sudah berakhir. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas sudah efektif. Ketika Porseka, kegiatan belajar dan mengajar hanya sampai Dzuhur saja, tapi sekarang samapai pukul setengah tiga sore.

Hari ini adalah adalah hari Selasa. Santri Tsanawiyah memakai seragam putih-biru, sedangkan Aliyah memakai seragam putih-abu-abu. Sehabis shalat Sbubuh aku langsung mandi, memakai seragam putih-biru, merapikan buku untuk pelajaran hari ini, dan sarapan. Lauk di mat’am pagi ini adalah tahu saus kacang. Aku tidak suka tahu, tapi aku suka saus kacangnya. Daripada aku kelaparan, lebih baik aku makan.

Di kelas, aku duduk sebangku dengan Firhan. Dia memiliki tubuh yang kecil, rambut seperti Vidi Aldiano, dan bermata bulat. Tingkah lakunya sangat lucu, hampir semua orang bisa dibuat tertawa, tapi dia sangat pintar. Dia dapat menyelesaikan soal bilangan bulat lima menit lebih cepat dariku. Dia juga pintar berbahasa Arab karena dia belajar di Madrasah Ibtidaiyah pesantren ini. Dia juga anak ustad di sini jadi pantas saja kalau dia pintar. Dialah yang akan menjadi sahabatku.

“Put, turid ila syirkah?” ajaknya.

Ana muflis”

La ba’ sa, a’la hisabi”

Thayyib”

Begitulah persahabatan kami dimulai. Dia mentraktirku makanan di koperasi. Aku juga balas mentraktir dia. Lama-kelamaan kami akur. Kalau ke mana-mana hampir selalu bersama. Dia memiliki rumah di belakang pesantren, di wilayah putri. Terkadang dia pulang ke rumahnya dan kembali keesokan paginya dia kembali ke asrama.

“Han, -2 x 4 berapa hasilnya?…” tanyaku.

“Hasilnya -8” jawabnya tenang.

Kaifa cara menghitungnya?”

” 2 x 4 = 8, negatif dikali dengan positif hasilnya negatif, jadi hasil akhirnya adalah -8” jelasnya.

“Ooo, begitu… Syukron…”

“’Afuan…”


Kalau ada pelajaran bahasa Inggris, giliran dia yang bertanya padaku. Dia tidak bisa berbahasa Inggris. Padahal menurutku, bahasa Inggris lebij mudah dari bahasa bahasa Arab.

“Put, ma ma’na always?” tanyanya.

“Selalu.” singkatku.

Ketika perpulangan, Firhan datang ke rumahku dan menginap. Aku memperkenalkannya kepada kakek, nenek, dan ayahku. Aku mempercayainya. Aku menceritakan semua kisahku ketika aku masih kecil, ketika orang tuaku bercerai. Dia dapat mengerti aku. Kami saling mengerti. Itulah persahabatan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun