Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Cahya Itu Sirikit

10 September 2013   22:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:04 46 0
Cahya Itu Sirikit

Tengoklah sebentar
Sebentar saja, satu atau dua detik
Tak perlu terburu-buru
Pelan-pelan saja dan rasakan
Rasakan dengan mata terpejam:
Ia datang, lalu pergi, datang lagi, pergi lagi, datang lagi, lalu pergi, datang lagi, terus begitu...

Kita sering melupakannya
Seolah ia tak pernah datang
Seolah ia tak pernah pergi
Kita nyaris tak pernah merasakannya
Apalagi menikmatinya

Otak  kita hanya berpikir tentang perut kita, makanan minuman, kendaraan, buku-buku, pekerjaan, suami, anak-anak, baju-baju, jalan-jalan, hura-hura, pesta-pesta, nonton film, dengar musik, atau bercengkerama di mana-mana, di mall, di kantor, di jalan, di facebook, di twitter, milis, di teras, di dipan, atau di meja makan...

Hati kita juga sama
Hanya bercerita tentang pengajian, ceramah iman, nasihat kesabaran, kewajiban shalat lima waktu, wisata umroh atau sosialita haji, lalu puja puji, sekadar menggerakkan irama kehidupan semata...

Yang datang tak pernah kita sapa, "hei apa kabar...!"
Yang pergi lupa kita beri salam "waalaikum salam, hati-hati ya."

Kita bukan cuma lupa
Kadang kita tak mengenalnya
Kita tak pernah bertanya ketika ia datang dan memasuki hidup kita "namamu siapa?"

Kita juga tak pernah menawarinya makan atau minum, atau sekadar duduk sebentar sebelum ia pergi dan datang kembali, lalu pergi lagi...

Padahal jika ia tak datang lagi
Seluruh keluarga kita akan menangis dan berkata "Inna lillahi..."
Teman, kawan, saudara, suami, anak-anak semua akan berduka lalu mengantarkan kita dengan luka cita...

Ayo sirikit, ia datang
Sapalah dengan senyummu yang paling manis
Kenalilah dia, sapalah namanya, "Heii...aku selalu menunggumu, merindukanmu, hampir setiap detik, siapa namamu, ajaklah saudara-saudaramu kemari, ayo kita menari, menyanyi, berzikir setiap hari...."

Ayo Sirikit, ia pergi, tunjukkan keceriaanmu agar ia datang lagi padamu...Ia sungguh akan bermain-main dengan jantungmu, berdansa dengan nadimu, mengikuti irama nafasmu...

"Hurrrrrrraaaa!!!!"
Ia memasuki hidungmu
Mengendap-endap, lalu berseluncur menggerakkan  paru-parumu, "berdegub..degub" bersama jantungmu

Alhamdulillah Ya Allah
Nafas ini begitu indah
Ia datang dan pergi lalu datang kembali...
CahyaMu selalu datang untukku

Andai gunung itu Kau jadikan emas dan samudera itu Kau jadikan lautan berlian, nafas ini masih lebih dari segala-galanya bagitku

Mungkin selama ini aku lupa atau melupakannya, ternyata Kau berikan sesuatu yang sangat bernilai bagi hidupku, bagi hidup semua orang, bahkan mereka tak mau menukarnya dengan apapun...

Engkau pasti akan memberiku kenikmatan, bukan karena aku menghamba pada-Mu, tetapi inilah Kasih SayangMu padaku....

Bagaimana aku membalas semua kenikmatan ini, tak cukup rasanya ibadahku, shalat dan sedekahku,

Hila hilastulil firdausiahla, wala aqwa alannaril jahiimi, wahablithau, bataw waghfir dunubi fainna kaghau firudanbi adziimi....

Aku mengharap ampunan Mu Ya Rabbi....

Sembuhkanlah aku semata-mata belas kasihMu padaku...!

Jakarta, 2 September 2013
Habe Arifin

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun