Hari ini tidak terlalu panas. Terlebih saat ini, saat menjelang buka puasa. Angin berhembus semilir, senja mulai menyapa. Aku duduk di teras rumah sambil memandangi orang yang berlalu lalang lewat di depan rumah.
Aku menoleh kearah bang Inin yang menghampiriku. Bang Inin adalah sepupuku yang juga masih keponakan tante Fitri. Hari ini dia sengaja mau berbuka dan menginap di rumah ini. Sepertinya dia sedang bahagia karena sejak datang kerumah ini tadi pagi dia selalu terlihat sumringah dan selalu bersenandung riang. Seperti orang jatuh cinta.
“Bang aku perhatiin dari semenjak datang kok kayaknya Abang bahagia banget, ada apa bang?” tanyaku penasaran
“Ah, masa sih? Biasa saja kayaknya.”
“Lagi jatuh cinta ya bang? Sama siapa bang?”
“Sama orang cantik tentunya.”
“Nah, berarti benar dong. Ayuk cerita.”
“Sama Rena.”
“Whatttttttttt!”
Aku kaget mendengar jawaban yang tak pernah aku duga selama ini. Bagaimana mungkin bang Inin jatuh cinta sama Rena si artis Rangkat itu. Bukan karena apa, tetapi Rena sudah mencintai lelaki lain. Aku mulai sedikit gelisah membayangkan kalau bang Inin tahu pasti dia akan sedih dan kecewa. Ini adalah pertama kalinya bang Inin jatuh hati kepada perempuan.
“Dan aku sudah mengatakanya.” Kata bang Inin antusias.
“Kapan abang bilang ke Rena? Trus gimana bang? Di terima?” tanyaku beruntun karena penasaran.
“Lewat selembar surat kemarin aku kasih ke dia.”
“Surat?hari gini Abang masih bicara lewat surat?”tanyaku sambil melotot tidak percaya.
“Yeeee, tunggu dulu dong. Jangan mikir parno dulu. Abangmu ini jelek-jelek kan type laki-laki romantis. Jadi aku ingin mengungkapkanya dengan romantis pula. Aku yakin si Rena pasti senang buktinya waktu aku lihat dia di Surau Rangkat dia terlihat bahagia dan berkali-kali mengucapkan terimakasih padaku karena sudah memberikan surat itu.” Terang bang Inin panjang lebar.
“Abang jujur secara langsung itu surat dari Abang?”
“Enggak juga sih. Aku tidak menuliskan pengirimnya.”
“Trus kenapa Abang yakin kalau Rena sudah tahu perasaan Abang. Kan bisa jadi Rena menganggap itu surat dari orang lain Bang?”
“Wah! Bener juga kamu Shell kenapa otak kamu hari ini jadi cemerlang ya hehehe.”
“Huhf.” Aku merengut mendengan celoteh bang Inin.
“Tapi masak iya Rena gak akan berfikir itu dari saya, kan tidak ada pengirimnya ya otomatis dari sayalah. Eh, tapi ngomong-ngomong memang Rena diam-diam menyukai cowok lainya?” tanya bang Inin sembari menoleh kearahku yang masih merengut.
“Ih! Mana Shelly tahu. Makanya kalau mau menyatakan cinta lihat-lihat dulu. Lagian bulan puasa kok cinta-cintaan.”
“Yee, emang apa salahnya? Bahkan aku dah bilang sama dia akan aku ajak buka puasa bersama kalau dia sudah ada waktu untuk sekedar makan siomay di ujung des asana. Kan romantis makan berdua di bawah pohon talok.”
“wwkkwkwkkw.” Aku tertawa mendengan cerita bang Inin
“Trus nanti waktu malam takbiran akan aku ajak dia takbir bersama merayaka kemenangan sekaligus merayakan merekatnya hatiku sama hatinya dengan keliling desa naik kuda”
“Whahahhahha ,” kali ini aku benar-benar tidak tahan menahan tawaku mendengar cerita-cerita bang Inin.
“Kok ketawa apa yang lucu?”
“Gak ada bang maaf. Ya muda mudahan nanti Abang bisa berbuka puasa dan takbis bersama menunggang kuda dengan Rena. Biar menjadi pasangan ala Koboy dari desa Rangkat ini. Udah yuk kita buka puasa!”
Suara bedug mahgrib terdengar nyaring dari Surau Rangkat. Aku dan bang Inin beranjak masuk untuk menyegerakan berbuka bersama. Di sela-sela berbuka aku sempat sedikit gelisah membayangkan andai bang Inin akan kecewa saat dia tahu apa kenyataan yang akan di terimanya nanti.