Teruntuk Kakakku Fadly
Di Rumah Baru
Kakak…! Hari ini adalah hari bahagiamu. Rumah kita dipenuhi ratusan tamu undangan. Makanan lezat tersedia dengan menu khas masakan Padang. Ada rendang, gulai kambing plus rebung, juga ada dendeng balado. Melihat menu itu aku ingat saat berebut makan denganmu. Kau senang dengan sambal lado buatan emak. Katamu tak ada seorangpun yang bisa menandingi nikmatnya sambal emak yang satu itu. Makin lezat dengan sayur daun ubi rebus. Kalau bersamamu aku pasti sudah berkali-kali nambah. Karena kita akan berpacu, saling rebutan menghabiskan belut goreng yang bersisa di piring.
Semua makanan yang lezat itu sama sekali tak menggugah seleraku. Tak ada rasa lapar kurasakan sejak beberapa hari ini. Puncaknya hari ini, jantungku seperti mau copot, sesuatu yang paling berharga yang kumiliki saat ini harus kurelakan jadi milik orang lain.
Kakak tahukah kau? Rumah kita benar-benar diselimuti kebahagiaan. Riuh musik hiburan di hari pernikahanmu tidak juga membuatku bahagia. Semuanya tampak bergembira, cuma aku, yang tak menikmati kegembiraan pesta ini.
Aku menyeka butiran air mata sambil mengintipmu dari balik 7 lapis tirai pelaminan. Kau tampak gagah dengan baju adat perkawinan Minang. Saluak melingkar dikepalamu, menambah wibawamu. Senyum berkali-kali mengembang di bibirmu, dan perempuan di sampingmu itu dengan sunting emas dijunjungnya. Serasi sekali berdiri mendampingimu. Sekarang dia adalah kakak iparku. Diam-diam aku iri padanya. Sungguh aku tak benci tapi aku takut kau akan pergi selamanya dengannya lalu kau akan melupakan aku. Melupakan emak dan semua keluarga kita. Kau tak kembali lagi ke rumah kita ini untuk berbagi cerita denganku.
Kakak ! aku juga melihat haru di raut mu. Karena sebagai lelaki Minang, ini langkah awal bagimu meninggalkan keluarga, dan kerabat kita. Untuk memulai hidup baru di lingkungan kerabat istrimu. Sungguh aku tak sanggup melihatmu pergi. Melepasmu dalam prosesi turun janjang pada rangkaian acara japuik-manjapuik. Meskipun ku sadar, hal ini pasti dan harus terjadi.
Kakak! Engkau akan menjadi seorang pendatang di rumah istrimu. Dirimu adalah tamu terhormat dengan sebutan Urang Sumando. Sebagai pendatang kedudukanmu sering digambarkan secara dramatis. LaksanaDebu di atas tunggul, dalam arti sangat lemah dan mudah di singkirkan. Namun sebaliknya itu juga berarti sebagai suami kau harus pandai menjaga sikap dan berhati-hati dalam menempatkan diri dalam lingkungan kerabat istrimu. Karena jika melakukan kesalahan kau bisa saja diusir dari rumah istrimu.
Kakak ..! Aku berdoa somoga kau bisa menjadi Rang sumando niniek mamak. Sebagai sebutan terhormat masyarakat padamu, karena tingkah laku dan adatmu menyenangkan keluarga kerabatistrimu. Janganlah kau menjadi Rang sumando kacang miang, yang kerjanya hanya mengganggu tetangga dan orang-orang di sekelilingmu. Dan ku takut kau menjadi Rang sumando langau hijau, yang hanya kawin cerai dengan meninggalkan anak dimana-mana. Tapi aku percaya kau akan jadi suami yang baik. Saat punya anak nanti kau takkan lupa tanggung jawabmu, Anak dipangku kemenakan dibimbiang.
Kakak! aku telah terbiasa dijaga olehmu Sejak kau dewasa, dan bisa mencari uang. Kaulah tumpuan keluarga. Emak kau paksa pensiun dari usahanya. Karena katamu saatnya emak istirahat, dan menikmati masa tuanya. Emak menurut saja.