Surat itu saya terima dari seseorang di belahan Sumatera Utara. Kami bertemu di sebuah forum komunikasi mahasiswa di Udayana Bali waktu itu. Tidak ada perasaan apa-apa, hanya berteman biasa saja. Ketika sudah kembali ke daerah dan kampus masing-masing kami masih sering berkomunikasi lewat email, sekali-sekali juga di YM. Cerita kami di dunia maya juga hanya biasa-biasa saja. Tidak pernah mengarah pada persoalan yang melibatkan perasaan.
Suatu hari saya menerima surat darinya. Itu surat pertama yang dikirimnya untuk saya. Sungguh saya terkejut dengan kedatangan surat itu. Dia mengirimnya dengan amplop berwarna merah muda, dengan hati berdebar saya membukanya. Saya sangat kaget dengan isinya, hanya beberapa paragraph. Tetapi sangat dalam maknanya.
Di surat itu dia menyatakan kekagumannya pada saya. Tanpa embel-embel, ahh saya tidak ingat apa kata-katanya. Yang saya ingat bukan kata rayuan. Dan di bagian kalimat terakhir dia menuliskan. “Bersediakah kau menjadi isteriku?”
Aduuuh, saya sempat gemetar membacanya. Bagaimana tidak, saat itu saya memang tidak ada pacar. Saya juga tidak pernah dengar dia mengatakan kalau dia menyukai saya. Tiba-tiba dia mengatakan ingin menikah?. Saya masih duduk di semester 6 waktu itu. Tidak pernah terpikir sampai sejauh itu. Saya coba diskusikan surat itu pada sahabat yang saya yakin cukup bijak. Setelahnya barulah saya membalas suratnya.
Untuk membalas surat itu, saya sempatkan membaca buku “Mahabbah Cinta” karangan Fauzul Azhim. Banyak pengetahuan saya dapat di sana. Maka mulailah saya merangkai kata untuk menulis balasan surat kepadanya.
JIka dia mengirim surat pada saya dengan dua lembar notes kecil. Saya gunakan kertas doblefolio untuk membalasnya. Dua lembar penuh saya tulis. Entah bagaimana saya bisa menulis sepanjang itu. Yang saya ingat padahal intinya di surat itu saya menolak lamarannya. Hahahhaha…jika ingat itu saya tertawa saat ini.
Cukup lama saya tidak tahu apa yang dipikirkannya dengan surat saya. Dia tidak mengirimi saya surat lagi, tidak juga email. Setiap janjian mau chat selalu saja kami tidak pernah bertemu. Karena nge netnya di warnet sering saya telat atau dia yang telat hingga kami tidak pernah bertemu.
Kemudian suatu hari datang lagi emailnya. Dia mengatakan surat saya yang panjang itu membuatnya semakin mengagumi saya dan ingin menikah dengan saya. Ahhh padahal itu tidak mungkin, saya tetap berkeras tidak bisa menerima dia. Sampai suatu hari dia datang ke kota saya untuk mencari saya. Tetapi memang takdir tidak menjodohkan kami. Kami tidak pernah bertemu sampai saat ini.
Itulah sepenggal kisah surat-suratan yang paling berkesan buat saya. Tulisan ini saya tulis karena sebentar lagi akan diakani ivent Fiksi Surat Cinta. Saya ragu apakah saya masih bisa menulis surat cinta lagi apa tidak? Hehhe. Tapi yang jelas itu pasti bakalan seru, kita akan kembali di bawa ke masa muda, saat-saat dimana komunikasi terasa dekat dengan surat-suratan. Menunggu dengan hati berdebar pak pos datang, dan memencet bel di rumah mengantarkan balasan surat yang di tunggu-tunggu itu.
Sukses untuk para penggagas Fiksi Surat Cinta deh. Semoga banyak teman-teman yang mau melibatkan diri. Termasuk saya, meski harus berkeliling dulu mencari seseorang untuk dikirimkan surat cinta? Hehehe.
NB : Ikuti perkembangan Surat berikutnya dalam Festifal: “Fiksi Surat Cinta [FSC]”yang akan dilaksanakan pada: Sabtu, 13 Agustus 2011 mulai pukul 20.00 WIB s/d Minggu 14 Agustus 2011 pukul 12.00 WIB. di Kompasiana. Selanjutnya, diskusi dan segala keterangan ivent FSC bisa disimak di Group FB.