Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Quraish dalam Pergulatan Tafsir Makna

30 Agustus 2012   01:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09 372 1
KENDARAAN roda empat nampak berjejer di depan mushola rektorat Universitas Negeri Semarang. Di lahan batako itu sesak dengan berjubel mobil. Begitu pula di seberang jalan, ada beberapa mobil yang parkir sembarangan, Rabu (29/8).

Tak kalah menariknya di lahan parkir sepeda roda dua, begitu sesak. Stang motor ketemu stang. Oh tak biasanya?

Langkah demi langkah secara pasti memasuki auditorium. Kencang terdengar alunan syair tilawah dari dalam. Tak sampai di situ tumpukan manusia menjadi pemandangan indah tepat di depan pintu masuk. Mereka harus mengantre untuk presensi. Kemudian, kami -lembaga kemahasiswaan dipersilahkan masuk lewat pintu samping. "Wah kebetulan sekali, tak usah mengantre," ucap salah satu teman.

Memang pemandangan tersebut sering mewarnai laman depan auditorium acapkali ada acara. Lebih-lebih acara yang dihadiri tokoh penting. Namun, sistem presensi yang kurang tertata rapi membuat tamu undangan berjubel-jubel menumpuk. Hampir semua kegiatan yang ada di Unnes memang menggunakan presensi. Lebih-lebih mereka yang menerima beasiswa. Dari upacara hari besar, pertemuan, hingga ibadah menghadap sang Tuhan. Hidup sebagai mahasiswa yang mendapatkan beasiswa bak seperti malaikat yang harus selalu menunjukkan bukti paraf kepada sang pencipta.

Lantas ada acara apa?

Semua mata yang berada di dalam ruangan tertuju pada satu barisan yang sedang berjalan menuju kursi utama. Mulut-mulut yang sebelumnya mengoceh riuh sontak diam mengunci dengan slorotan mata yang berbinar. Ya, tokoh besar kali ini sedang bertandang ke kandang kami, M. Quraish Shihab. Dalam acara halalbihalal.

Senyum mungil dengan balutan kerut pipi yang terangkat ke atas memukau semua tamu yang hadir. Jalan pelan dengan sedikit terbata.

Ada empat poin yang bisa saya tangkap dari penyampaian ceramah yang dilakukan M. Quraish Shihab.

Pertama, ilmiah dan agama. "penyampaian uraian ilmiah tentu berbeda dengan penyampaian moral agama," ujar Pak Quraish panggilan akrabnya. Jika berbicara ilmiah tentu akan mengerucut pada akal, pikiran. Sementara akal manusia terbatas.Namun jika berbicara terkait moral agama. Hati dan akal harus dipersatukan.

Ilmu tak bisa menggabungkan dua hal yang bertolakbelakang. Sementara agama bisa menerima dua hal tersebut yang bertolakbelakang. Saya mencontohkan jika perjalanan Indonesia-Arab Saudi harus ditempuh dengan menaiki pesawat dulu secara logika. Namun, Indonesia-Arab Saudi bisa saja ditempuh sesaat mereka-mereka yang imannya sudah berada di tingkatan tinggi dalam agama islam. Begitu pula mereka yang dapat mendatangkan uang lewat tirakat tentu secara nalar itu ditolak.

Kedua, keampuhan berpuasa. Mengapa kita harus berpuasa? Padahal secara fisik berpuasa harus menahan dari makan dan minum hingga separo hari. Jawabannya adalah puasa dapat meningkatkan kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional. Kecerdasan intelektual dapat diraih ketika dalam puasa tersebut juga diimbangi dengan tadarus ayat al-qur'an. Tak sekadar terucap di bibir saja, namun mempelajari dan memahaminya. Jangan menduga jika kecerdasan intelektual lemah sama halnya dengan kebodohan. "Barangkali orang yang saat ditanya menjawab 'saya tidak tahu' lebih sangat tahu dari orang yang menjawab 'saya tahu'," ujar mantan menteri agama tersebut. karena orang yang menjawab 'saya tahu' hanya teguh pada pemikirannya dan enggan untuk berkomunikasi dengan yang lain.

Lain halnya dengan orang yang menjawab 'saya tidak tahu', Ia sejatinya tahu namun karena masih sebatas persepsi pribadi ia perlu membuka perbincangan dengan beberapa orang yang relevan dengan pemikirannya dan akhirnya komunikasi tercipta. Dan tak hanya satu orang yang mengatakan 'oh iya' namun beberapa kepala akan mengatakan tersebut.

Jika ada orang yang meyakini bahwa ketika menabrak kucing di jalan berarti kita harus menguburnya segera itu juga, mencari pemiliknya. Suatu kecerdasan intelektual yang sangat rendah. Mengapa jika menabrak orang lantas mati terkapar di jalan dan umumnya kabur begitu saja? Apa manusia tak begitu berharga dari seekor kucing?

Mampu menahan amarah salah satu kecerdasan spiritual. Penekanan pada kata 'tahan'. Jika ada orang yang berbuat salah setidaknya ada tiga poin yang harus ditelusuri. Berpikir, mengapa orang tersebut melakukan suatu kesalahan kepada kita. Tahan, wajar atau tidak, kesalahan orang tersebut wajar atau tidak. Patut ditujukan ke orang itu atau jangan-jangan ada orang lain dibaliknya. Ada tangan-tangan di balik orang tersebut sehingga memunculkan racun. Masih tahan lagi, tepat ditempat ini atau tidak, jika kita patut untuk memarainya cocok tidak di tempat ini. Saat acara pernikahan akan dimulainya akad nikah ada kesalahan dari juru masak. Pantaskah di depan banyak orang marah-marah?

Saya pikir alur dari "berpikir-wajar atau tidak-tepat di tempat ini atau tidak" sangat cocok jika diterapkan pada pengusutan kasus korupsi di negeri ini.. Berpikir berarti mengumpulkan informasi termasuk bukti-bukti. Wajar atau tidak berarti menelusuri menginvestigasi dari berbagai sudut. Yang terakhir tepat di tempat ini atau bahkan merembet ke tempat-tempat lain. Namun tidak untuk mempraktikkan pengampunannya. Sehingga tak ada lagi hukuman berat sebelah antara mereka yang mencuri sepasang sandal jepit dengan mafia korupsi ber-MM.

Ketiga, makna suci. Suci berarti benar-baik-indah. Harus memenuhi ketiga hal tersebut. Benar belum tentu benar. Seperti kalimat "Benar ia berbuat seperti itu", sejatinya salah besar. "Seorang leadher harus melakukan tindakan dengan benar dan yang benar". Benar-dengan benar-yang benar.

Seorang yang suci setidaknya mencakup tiga hal, seniman--budiman--ilmuwan. Bermoral dan berilmu. Quraish mengatakan bahwa dulu ketika dia belajar di Universitas Al-Azhar rektornya pernah berujar bahwa ia bangga mempunyai lulusan yang bermoral daripada berilmu. Karena setiap diri manusia adalah kamar-kamar. Kamar tangan, kamar hati, kamar akal, kamar mata, kamar telinga, dll. Tak bisa ketika kita ingin bertamu langsung masuk ke kamar tidur. Begitu pula ketika kita ingin makan tak bisa di kamar mandi. Pikir saya, anehnya orang sekarang jika ingin berak masuk ke kamar tidur. Bahkan seluruh isi ruangan rumah di desain seperti toilet.

Keempat, pandai membuat istilah. Tahukah anda asal mula kata halalbihalal? Ya, orang Indonesia meyakini bahwa kata halalbihalal berasal dari bahasa arab. Dengan mencuplik satu persatu kata. Jika bertanya kepada bangsa Arab barangkali tak satu pun yang tahu apa itu halalbihalal. Celetuk Pak Quraish orang Indonesia memang pandai sekali membuat istilah, namun tak sepandai mempraktekannya.

Manusia luar biasa yang kaya akan berbagai ide-ide yang dimilikinya yang dapat saya tangkap dari sosok M. Qurasih Shihab. Desus suara dan penafsiran setiap kata, membolak-balikkan suatu kata membuat saya tertegun.

Saya terpaku dan termangun pada doa yang ia lantunkan. Tak banyak kata, bersalam-salaman lantas bergegas pergi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun