Seperti yang sekarang marak dibincangkan, tempat prostitusi terbesar di asia tenggara yang menjadi tempat mengais rizki warga dolly di kota Surabaya, juga merupakan bagian dari aktifitas warga yang terpaksa mereka lakukan karena tak ada jalan lain untuk mendapatkan uang kecuali dengan cara menjual tubuh mereka sendiri. Inilah dampak dari kemiskinan yang tidak mendapatkan perhatian dan penanganan langsung dari pemerintah.
Siapa yang tak kenal dolly, simbol praktek prostitusi yang begitu melegenda di negeri ini. Konon tempat lokalisai ini sudah ada sejak zaman belanda sekitar tahun 1960 an dan telah menjadi icon terbesar kota Surabaya.
Namun, hari ini mungkin gang dolly akan tinggal cerita. Tanggal 19 juni 2014 dipilih sebagai waktu yang tepat bagi pemerintah kota Surabya untuk mendeklarasikan penutupan segala aktifitas prostitusi di gang dolly. Penutupan tersebut tentunya berdasarkan berbagai macam pertimbangan, diantaranya untuk menjunjung harkat dan martabat manusia. Rupanya, ambisi itu tidaklah mudah, meski banyak yang mendukung tidak sedikiti pula warga setempat yang menolak penutupan gang dolly. Pasalanya tempat lokalisasi tersebut bukan hanya sekedar tempat portitusi. Disinilah warga mengggantungkan perekonomian dari bisnis esek-esek, mulai dari tukang parkir, pedagang kaki lima, warung-warung, tukang cuci hingga tukang masak.
Meski demikian, ada yang terlupakan dari aktifitas PSK, mereka hanya memikirkan hasil yang telah mereka lakukan saat itu. Mereka tidak memikirkan bagaimana proses dan akibat yang telah dilakukan. Akibatnya anak-anak dibawah umur yang seharusnya memilki masa depan cerah ia terpaksa harus tenggelam dalam rintihan asmara manja melayani para lelaki hidung belang. Generasi anak muda penerus bangsa juga terkena getahnya, tak sedikit anak SD yang merasakan surga dunia dibalik kerlap kerlip lampu gang dolly. Inilah yang membuat gerah pemkot Surabaya.
"Seperti tayangan TV dalam sebuah wawancara. Wali Kota Surabaya, Ibu Risma mengatakan bahwa alasana penutupan gang dolly tersebut karena dampaknya sangat besar, terutama terhadap anak-anak."
Meski upaya tersebut menuai pro dan kontra namun tekad pemerintah tersebut patut diacungi jempol. Jika generasi muda sekarang kurang mendapatkan perhatian dan penanganan dari pemerintah maka sudah dipastikan Negara ini akan hancur. Namun, lagi-lagi muncul pertanyaan dari masyarakat setempat. Haruskah gang dolly ditutup? mampukah pemerintah menjamin kehidupan yang lebih layak bagi para PSK jika tempat lokalisai itu ditutup?
Siapakah yang diuntungkan dari keberadaan dolly? Bukankah tempat tersebut menjadi icon terbesar kota Surabaya?
Seperti air dalam gelas jika pecah air itu menyembur ke segala arah, begitulah kekhawatiran masyarakat setempat jika pemerintah tidak siap dengan dampak penutupan gang dolly. Bukan hanya itu saja, mereka yang menggantungkan hidupnya di tempat lokalisasi akan berkeliaran dijalan, tanpa pengawasan tanpa pembinaan.
Ternyata penutupan gang dolly bukan hanya soal moralitas semata tapi menyangkut keberlangsungan hidup manusia. Bagaiaman tanggapan Anda, haruskan gang dolly tetap ditutup atau sebaliknya?