Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Belanja Yok Kita Belanja

14 Desember 2011   07:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:18 109 1
[caption id="attachment_148672" align="alignleft" width="274" caption="Sumber gambar Poskota"][/caption] Bulan Desember ini sangat bertepatan dengan dua hari libur nasional, yang pertama Natal yang kedua Tahun baru. Tak tanggung-tanggung banyak toko-toko sudah jauh-jauh hari menyebar iklan kesemua pelosok kampung-kampung hingga dalam kamar. Semua menawarkan dengan harga discount. Kencenderungan perusahaan atau toko memprovokasi masyarakat melalui iklan cukup manjur, bahkan tidak sedikit yang terhipnotis oleh iklan tersebut, yang akhirnya memborong semua produk yang ada di toko, entah produk itu bermanfaat atau tidak. Terkadang iklan memang dirancang sedemikian rupa, sehingga pembeli terpengaruh dan mau datang serta membeli entah barang yang dibeli ini nantinya benar-benar dipakai atau tidak, yang penting beli. Gaya seperti ini tidak hanya terjadi di Kota besar, juga sudah masuk ke desa-desa. Semua lapisan masyarakat, tanpa mengenal kelas. Lebih mengerikan lagi apabila situasi kantong dalam kondisi kempes. Tentu tidak kurang akal, maka segala cara diusahakan seperti berhutang. Tentu kita masih ingat peristiwa di jakarta saat ada peluncuran ponsel BlackBerry Bellagio, 26 November 2011. Begitu bejubelnya orang-orang hanya untuk bisa mendapatkan ponsel BlackBerry Bellagio. Bahkan mereka juga rela harus menderita berdesak-desakkan, yang belum tentu barang tersebut akan didapatkan. Demikian pula di beberapa swalayan menjelang natal dan tahun baru ini. Semua memasang tanda discount, sale, Promo dan atau sejuta istilah digunakan, yang tujuannya untuk menarik pembeli. Banyak kaum remaja, ibu-ibu bahkan dan juga bapak-bapak juga mulai menjadi korban penawaran barang-barang yang di diskon. Semua sudah menjadi korban konsumerisme dalam dunia yang sangat kapital. Dimana konsumen memang sengaja di dorong untuk menjadi "pecandu" produk-produk yang ditawarkan oleh Swalayan. Belanja dan belanja Rasa-rasanya terasa hampa jika tidak belanja. Bahkan belanja sekarang ini telah menjadi ritual harian yang wajib dilakukan bagi masyarakat modern. Belanja untuk kebutuhan atau sekedar keinginan tak menjadi soal, yang penting sekarang adalah belanja. Boleh saja orang beralasan dengan sejuta argumen, namun pada dasarnya belanja sekarang ini sudah menjadi kebutuhan rohani, tidak hanya jiwa. Situasi ini yang tentunya sangat diharapkan oleh para pelaku bisnis, yang berprinsip pokoknya kuras terus isi dompet, kantong atau kartu kredit pembeli. Semakin di borong maka semakin banyak keuntungan yang didapat. Kadang situasi seperti ini yang tidak disadari oleh pembeli. Tidak hanya di hari lebaran, atau liburan akhir tahun. Pada saat acara diluar kota, atau tempat yang belum pernah dikunjungi, kadang Saya sering melihat begitu hebohnya orang-orang berbelanja di tempat wisata. Mereka tidak hanya beli satu atau dua buah, namun terkadang membeli dengan memborong.  Hal yang sama tentu juga tentu bisa kita lihat sebagaimana yang dilakukan oleh para pejabat dengan atas nama studi banding. Biasanya studi banding hanya di lakukan satu atau dua hari, selanjutnya dua atau tiga hari berikutnya digunakan untuk berbelanja. Oleh-oleh buat keluarga, teman, tetangga selalu dijadikan alasan utama kenapa kita harus banyak memborong belanjaan. [caption id="attachment_148680" align="aligncenter" width="389" caption="memilih-milih dulu sebelum memborong (sumber photo dari Bung Odi)"][/caption] Pada suatu kesempatan, Saya juga pernah menjumpai seorang anak SMP yang bisa membeli semua barang-barang ada di toko dengan jumlah yang begitu banyak. Tak habis pikir bagaimana anak tersebut bisa mendapatkan uang banyak sehingga bisa belanja dengan memborong. Tak ubahnya seperti orang dewasa, Ia mengambili semua barang yang ada di toko, lalu memasukkan kedalam keranjang dan membawanya ke kasir. Berbelanja sekarang ini bukan hanya sekedar gaya hidup, akan tetapi juga sudah masuk menjadi ritual manusia ketika berada ditempat-tempat perbelanjaan. Orang tak berbelanja seolah justru menjadi aneh, sebab Ia tak bawa apa-apa, atau bisa jadi memang tak punya apa-apa untuk dibelanjakan. Mari berbelanja, jika kalian punya uang. Tapi hati-hati terhadap provokasi iklan yang membikin ada seperti monster yang akan melahap apapun di toko atau swalayan, jika anda belanja tidak memakai akal sehat. Jakarta, 14-12-2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun