Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Sudahlah, Aku menulis

31 Maret 2011   16:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:14 108 0
Menulis lagi malam ini, menulis lagi

Menulis lagi malam ini, menulis sambil berbagi

Menulis lagi malam ini, menulis di kos ini

Menulis lagi malam ini, menulis di tengah sunyi

Harus menulis malam ini, apapun ditulis

Harus menulis malam ini, misalnya soal intrik sebagian pejabat

Harus menulis malam ini, tak terlewat, apa yang dikatakan pak Andi Malarangeng, ketua PSSI saat ini sebagai Khadafi cilik- bandel. Ha...yang aku ingat, aku tulis. Maaf kalau ada yang tersinggung.

Harus menulis malam ini, menulis yang aku tonton di TV kemarin sore. Perang argumen antara Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng versus Nurdin Halid. Kata pak Andi, sudahlah, saatnya bung Nurdin mundur dari jabatan ketua PSSI, selama PSSI ada dibawah kepemimpinan Nurdin- terpaksa pemerintah tak mengakui keberadaan PSSI saat ini. Huh, sungguh tontonan menggelikan. Bung Nurdin pun tak mau kalah. Ia membalas bung Andi. Bung Nurdin meminta presiden segera memberhentikan Menpora itu. He...ini namanya kisruh, ini namanya persetruan. Padahal, katanya, mereka berdua ini berasal dari daerah yang sama. Apa betul? Entahlah. Yang pasti, yang aku liat di televisi kemarin sore itu adalah tontonan yang tak layak buat anak-anak apalagi wanita hamil. Ini intrik yang jauh dari menarik. Tapi sayang, aku malah menontonnya seraya makan kacang Garuda. Sebab ini asyik.

Menulis apa lagi? Menulis ini, menulis apa saja pokoknya. Coba, apa yang kamu pikirkan saat ini?

Tak ada? Mungkin kah tak ada yang kamu pikirkan? Sedikit pun? Itu tak mungkin, aku tak percaya. Padahal, kalau kamu tahu, para anggota dewan senayan, sebentar lagi akan menempati gedung mewah. Katanya, setiap anggota dewan dapat satu ruangan kerja yang harganya sekitar Rp.8oo juta. Wuih, ini mantap! Sementara, orang-orang yang di bawah kolong jembatan sana- mereka gigit jari, menangis, meratap, bahkan mati sambil menahan lapar. Biasakah ini?

Malam ini, banyak berseliweran, meloncat-loncat kata-kata di pusaran otakku. Namun, aku tak kuasa menumpahkan seluruhnya di sini. Tak kuat, tak kuasa, takut, kalau-kalau kacau. Mungin yang sesdikit ini pun balau? Hah, apalah, ini sekedar mengikuti perintah otak."Tulislah malam ini apa yang kau suka!" begitu kira-kira.

Malam semakin larut. Suara ngorok temanku yang tidur tak sama sekali mengganggu konsentrasiku menulis. Ngorok ya ngorok, menulis ya tetap menulis.

Aku masih pilek. Itu dirasakan sejak kemarin. Aku tak menghiraukan itu. Pilek ya pilek, menulis tetap jalan, tetap harus dilakukan.

Ngoroknya temanku semakin beringas, semakin menjadi. Aku saja ngeri mendengarnya."Khokk...khokk...khokk...khokk...khokk...." hi..geli dan ngeri.

Dia (temanku tadi), tak lagi ngorok. Kenapa? Badannya kugoyangkan sedikit dan kakinya kutendang. Ini caraku menghilangkan dengkuran seseorang. Ini jitu. Seketika langsung lenyap. Kamar pun sunyi.

Wah, dengkurannya kencang lagi. Aku malas menghentikannya. Biarlah. Mungkin dia sedang mimpi. Mimpi yang aku tak mesti tahu.

Sudahlah. Aku baru saja mempraktekkan apa yang ditulis Om Jay,"Menulislah sebelum tidur di kompasiana,,"

Sudahlah. Aku baru saja bersemedi di kompasiana.

Sudahlah. Aku baru saja menuangkan sebagian kata-kata dari otakku ini.

Ya, sudahlah. Aku menulis ini hanya membuang kata-kata yang menumpuk di otak. Aku takut, kalau kata-kata itu menumpuk dan tak dibuang- mereka busuk, membeku, dan tak jadi apa-apa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun